26 April 2013

"LOMBA PENULISAN ARTIKEL : “SOLUSI KREATIF PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN SRAGEN”



LOMBA PENULISAN ARTIKEL DALAM RANGKA HARI JADI KABUPATEN SRAGEN KE-267 TAHUN 2013
 TEMA “SOLUSI KREATIF PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN SRAGEN”


Dalam rangka  memperingati Hari Jadi  Kabupaten Sragen ke – 267 Tahun 2013, Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPT-PK) Kabupaten Sragen menyelenggarakan Lomba Penulisan Artikel dengan tema “Solusi Kreatif Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Sragen”.
A. Syarat umum dan ketentuan Lomba
  1. Lomba terbuka bagi masyarakat Sragen dan terbagi menjadi 3 (tiga) kategori:
a.        Masyarakat pemilik Kartu Saraswati Melati atau Menur.
Semua mahasiswa penerima beasiswa Sintawati Tahun 2012 wajib berperan serta
b.        Masyarakat umum dan akademisi/mahasiswa
c.         Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Sragen. Untuk kategori SKPD wajib mengirimkan artikel sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi masing-masing.
  1. Artikel menggunakan bahasa Indonesia, diketik dalam huruf Times New Roman, ukuran huruf 12, maksimal 8.000 karakter ( 4 halaman kuarto), margin standar penulisan ilmiah (atas 4, kiri 4, kanan 3, bawah 3), spasi 2;
  2. Artikel merupakan karya original peserta lomba, belum pernah dipublikasikan di media manapun, serta belum pernah diikutsertakan pada lomba sejenis.
  3. Terdapat kesesuaian antara tema dengan isi
  4. Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat dan semua karya yang dikirimkan menjadi hak panitia.
 B. Pendaftaran
Pendaftaran dan penyerahan artikel mulai tanggal 25 April 2013 s.d. 11 Mei 2013  di Kantor UPT-PK Kabupaten Sragen (kompleks Setda Sragen) pada jam kerja. Peserta tidak dikenakan biaya pendaftaran selama pelaksanaan lomba.
C. Tata Cara Pendaftaran
1.  Pendaftaran Langsung:
a.    Peserta mendaftar sendiri ke kantor UPT-PK (tidak bisa diwakilkan);
b.    Peserta mengisi formulir pendaftaran dan formulir pernyataan keorisinilan karya (disediakan oleh panitia di UPT-PK, materai Rp. 6.000,- dibawa sendiri oleh peserta) dilampiri fotokopi KTP  dan fotokopi Kartu Saraswati Melati atau Menur (jika memiliki);
c.     Membawa print out dan softcopy artikel (dalam bentuk CD/flashdisc) yang akan dilombakan


2.  Pendaftaran Via Pos dan Email
a.    Peserta mengunduh formulir pendaftaran dan formulir pernyataan keorisinilan karya di website UPT-PK kabupaten Sragen melalui uptpk.sragenkab.go.id atau klik link ini
b.    Formulir telah diisi (khusus formulir pernyataan keorisinilan karya bermaterai Rp. 6.000,-), fotokopi KTP, fotokopi Kartu Saraswati Melati dan Menur (jika memiliki) serta print out artikel yang akan dilombakan  dikirimkan via pos ke alamat kantor UPTPK Kabupaten d/a Jl. Raya Sukowati No. 255 Sragen 57211 (Kompleks Setda Sragen). Khusus untuk formulir, dapat juga dikirim via fax ke nomor (0271) 891127
c.       Softcopy artikel  dikirimkan via email : uptpk@sragenkab.go.id atau CD artikel bisa dikirimkan via pos beserta berkas pada huruf (b) di atas.
3. Pengumuman Pemenang
            Pemenang diumumkan pada tanggal 20 Mei 2013 melalui website UPTPK (uptpk.sragenkab.go.id), website Pemkab Sragen (www. sragenkab.go.id), dan melalui papan informasi di kantor UPTPK Sragen.
4. Hadiah
·         Pemenang I, II, dan III  untuk kategori kategori a dan b, masing-masing berhak atas trophy dan piagam penghargaan dari Bupati Sragen serta uang tunai dan voucher belanja buku masing-masing sebesar:
1.         Juara Pertama     : @ Rp  1.000.000,- + voucher buku @Rp. 750.000,-
2.         Juara Kedua         : @ Rp  750.000,- + voucher buku @ Rp. 500.000,-
3.         Juara Ketiga         : @ Rp  500.000,- + voucher buku @ Rp. 300.000,-
·         Untuk pemenang I, II, dan III dari kategori c (SKPD) akan mendapatkan trophy dan piagam penghargaan dari Bupati Sragen
5.   Informasi
  • UPTPK Kabupaten Sragen (0271) 8823700, up. Sdri Yustina/ Sdri. Andien
  • Website : uptpk.sragenkab.go.id




21 April 2013

Film "Bangun Lagi Dong Lupus" : Si Lupus Mendadak Alergi Modus?


Fenomena apa yang biasa terjadi saat kita mau nge-date ama gebetan, selain jantung yang mendadak deg-degan dan jidat tiba-tiba empot-empotan? Rasa excited ga ketulungan atau malah salah tingkah ga karuan? Yang jelas sih, kita berusaha tampil aduhai melambai agar tidak mengecewakan pasangan.

 
Inilah yang saya rasakan saat mau kangen-kangenan ama LUPUS di film "Bangun Lagi Dong Lupus"  yang saya tonton hari Minggu lalu. Lhoh, kok? 

Sosok LUPUS bagi saya ibarat satu paket. Pria berjambul ini adalah tokoh fiksional yang paling saya idolakan sejak kelas empat SD (postingan  lawas saya tentang  LUPUS bisa ditengok  di sini). Sedangkan pengarangnya, Hilman Hariwijaya, adalah salah satu penulis era 80'an favorit saya, yang novel-novelnya laris manis jadi buruan para kolektor hingga kini.

Sehari sebelum nyusruk ke bioskop, saya sudah prepare perabotan lenong segala rupa; mulai dari t-shirt LUPUS (order via @lupustwit), manset warna ngejreng (biar kontras ama kelir t-shirt nya), kerudung full colour motif rainbow cake (kalo laper, tinggal dicamil), sampai nyiapin beberapa novel LUPUS buat diajak nampang di depan banner.  Terbilang lebayatun lumanyun? Biarin. Ga narsis, ga ngeksis!

Saat hari H, dengan langkah jumawa bersahaja, saya masuk ke antrian ticket box studio Grand 21. Dari rumah sih emang niat mau nonton maraton dua film hasil adaptasi dari novel yang ditulis mas Hilman. Pertama, Finding Srimulat, then, lanjut nonton Bangun Lagi Dong Lupus.

Agenda pertama setelah dapetin tiketnya adalah JJS (Jeprat-Jepret Seksi). Sempet celingak-celinguk, kok di dalam lobi studio ga ada standing banner Bangun Lagi Dong Lupus, yak? Haduuuh..., gagal ngeksis optimal dong. Akhirnya, terpaksa foto di depan mini poster yang terpampang di luar studio.Yaah..daripada kagak?
 
Makasih buat soulmate yang bersedia diculik paksa untuk jadi fotografer dadakan. Walau hanya bermodal hape jadul, yang penting ...sensasinya, Bung!



Asatagah...muka eike kenapa jadi bruwet gitu yak?



Hasil foto diatas langsung saya twitpic dengan me-mention @saddinessa (akun twitter milik mba Nessa, istrinya mas Hilman). Kebetulan mba Nessa sedang bikin kuis berhadiah t-shirt LUPUS. Siapa tahu rejeki eike. Ni woro-woro plus penampakan kaos-nya:



Syedap kan? Buruan ikutan, sob.




Review Film "Bangun Lagi Dong Lupus" versi Djeng Andien  


Secara kodrati, saya sangat menyadari bahwa jiwa ini tidak terlahir sebagai pengamat (kritikus) melainkan penikmat. Selama 90 menit duduk dengan anggun di dalam gedung bioskop, sambil konsen melototin screen, ada hal-hal kecil yang saya catat sebagai bukti betapa besar euforia dan antusiasme hati ini akan kebangkitan film LUPUS.

Buat yang belum sempat nonton film Bangun Lagi Dong Lupus, boleh kok  klik link ini untuk menyimak sinopsisnya. Sengaja saya tampilkan sinopsis dari web page Indonesian Film Center karena (menurut saya) ulasannya cukup netral dan tidak terlalu mengedepankan opini.

Pemirsa, inilah hasil pandangan mata sekaligus curahan jiwa seonggok fans LUPUS. Dari tolilet kursi di pojokan studio 4, Grand 21 Solo, Jeng Andien melaporkan. Please dikenyot:

Lupus, Poppi, dan siswa-siswa SMA Merah Putih (source: Google)
  1. Dilihat dari segi antusiasme dan segmentasi penonton, hmm...cukup mengharukan *menitikkan air mata ala Adi Bing Slamet*. Hampir 2/3 kapasitas seat terisi, padahal saya nonton bukan di jam "prime time". Penonton yang memenuhi ruangan (setelah diteliti pake mikroskop) terdiri dari semua kalangan. Ada adek bayi yang baru belajar jalan, anak-anak usia SD, para ABG, remaja bahagia (seperti sayaaah), om-om, tante-tante, budhe-budhe, sampai yang udah jadi oma opa juga ada. Segmentasi usia yang beragam, dapat diklasfikasikan lagi menjadi dua kategori. Pertama, penonton yang "dibesarkan" oleh novel-novel Lupus dan film-film Lupus sejak era Ryan Hidayat hingga versi sinetron-nya (dari yang diperankan Oka Sugawa, Rico Karindra, Irgy Ahmad Fahrezy sampai jamannya Attar Syah).   Penonton kategori ini didominasi oleh generasi 80'an dan 90'an. Kedua, penonton awam/ newcomer yang memang menonton Bangun Lagi Dong Lupus karena penasaran pada cerita dan sosok Lupus. Para siswa sekolah dan ABG mayoritas masuk dalam kategori ini.

  2. Dalam hal adu peran para cast nya, menurut daku sih cukup nge-blend antara performa para aktor/aktris senior (Didi Petet, Dedi Mizwar, Ira Maya Sopha, Firdha Razaq, Cici Tegal) versus kualitas akting para pedatang baru yang 'ditemukan' melalui auidisi/talent searching seperti pemeran Lupus (Miqdad Addausi), Lulu  (Mela Austen), Boim (Alfie Alfandy), Gusur (Jeremy Christian) dan Anto (Fabila). Seorang Acha Septriasa (notabene pernah meraih piala Citra), sebagai Poppi, cukup sukses menekan 'ego' sehingga bisa 'mengimbangi' akting para pendatang baru.

    Acha kelihatan imut yaaa (source: Google)

  3.  Soundtrack favorit saya di film ini justru bukan lagu "Inspirasi Sahabat" atau "Hijaukan Bumi" (keduanya dibawakan oleh band Kotak), melainkan "Bangun Lagi Dong Lupus" yang dinyanyikan tiga pemainnya; Mela, Jeremy, dan Miqdad. Entah kenapa lagu ini sukses winning my heart. Mungkin karena liriknya yang simpel, catchy, playful dan musiknya yang  sooooo 90'an (hehehe..tetep nyangkutnya di umur ya, Buk). Nyengnyong dulu nyoook:

    Bangun lagi dong, Lupus. Bangun...
    Kejarlah mimpi, raih cita.
    Bangun lagi dong, Lupus. Bangun...
    Ajak sahabat mengenggam raih dunia.

  4. Kualitas humor yang termaktub dan tertuang (kaya baca pasal UUD aja) dalam film Bangun Lagi Dong Lupus, menurut saya, dari rate 1-10, berada di angka 8,4. Artinya, film ini, walau bukan ber-genre komedi murni, cukup sukses mengilik-kilik mulut, perut, sampai lutut. Di studio tempat saya ngedoprok manja, menurut data yang tercatat pada kertas bekas bungkus pop corn, hampir tiap scene mampu membuat urat ngakak penonton menggelinjang, bahkan sejak di menit-menit awal. Pasangan saya yang sehari-hari kudu disogok seplastik cilok agar bersedia tertawa, dengan tegar tanpa ragu apalagi malu,  doi ngikik kriminal saat nonton  film ini. Terutama di part-nya Boim! Ga cuma gigi saya dan partner aja yang mendadak ngilu permanen, hampir seisi studio (kecuali bayi dalam kandungan) cukup heboh menikmati suguhan humor ala Bangun Lagi Dong Lupus. Bahkan ada ibu-ibu yang duduk di seat depan saya, berkali-kali disuruh diam sama penonton lain karena ketawa ga brenti-brenti. Hiiii!

    Scene inilah yang pantas disebut 'kompor gas meleduk'. Boim bocor banget!


    Tak dipungkiri, akting Alfie Afandy sebagai Boim memang sanggup, tidak hanya mencuri namun merampok hati saya (dan hati mayoritas penonton pastinya). "Gimmick" tokoh Boim sang playboy cap duren tiga, seperti yang kita kenal dalam novel-novel Lupus, begitu embbeded pada sosok Alfie Afandy.  Komplet dengan body languange-nya yang tengil (tapi nggemesin..ehem) dan chit-chat nya yang khas alias pede level Agung 'Barbel' Hercules. Eh..btw, Agung Hecules juga ikutan main, ding. Jadi debt collector yang nguber-uber Boim. He..he..

    Eniwei, ini sungguh fenomena ajaib sepanjang sejarah djeng Andien menonton pilem bioskop. Biasanya, usai nonton film hingga perjalanan pulang ke rumah, sosok pemeran utama selalu menghiasi imaji dan merasuki mimpi. Baru kali ini gara-gara Bangun Lagi Dong Lupus, saya justru 'jatuh hati' dengan Boim yang notabene bukan  prominent character. Nah lho...ati-ati, Pus. Ancaman ituuh. Hihihi...
  5.  Ngrumpiin sosok Lupus di film tersebut, ehem...secara fisik sih tipe-tipe eike banget. Walau tampil tanpa jambul, tapi sanggup membuat jantung ini mumbul. Miqdad Addausy kiyutnya bikin frustasi! (celingak-celinguk kanan kiri, moga-moga ga dibaca suami).

    Bicara soal peran, karakter Lupus versi Bangun Lagi Dong Lupus, menurut saya kok kurang 'nendang' ya? Terlalu sopan dan menjunjung pesan moral. Karena agak berlebihan, kesannya jadi menggurui penonton. Lupus distigmakan sebagai siswa  SMU Merah Putih yang sholeh, penolong, problem solver, menomorsatukan keluarga, cinta persahabatan, tidak pendendam, dan prestatif. Teladan yang bagus untuk generasi muda.

    Tapi, sebagai pecinta Lupus sejak jaman baheula, penokohan seperti ini justru mengaburkan identitas 'Lupus' seperti yang selama ini kita kenal dari novel-novelnya. Jujur, sepanjang film diputar, saya menantikan momen kejahilan Lupus. Entah ngerjain dua sobatnya, Boim&Gusur, menarik-narik rambut Poppi, atau mungkin godain adik kelasnya yang bohay. Namun tentu saja momen itu tidak saya temukan. Mas Eko (Komando Production) sebagai produser tetap keukeh merefleksikan Lupus sebagai 'remaja percontohan dan duta anti tawuran'. Harus sesempurna itukah?  Aduh, padahal justru jahilnya Lupus lah yang membuat tokoh fiksi ini jadi lebih manusiawi. Toh tataran kejahilan dan keisengan Lupus seimbang dengan kreativitasnya yang jauh melampaui pencapaian remaja seusianya.

    Seperti saat scene Lupus, Boim, dan Gusur yang dikejar-kejar sekelompok siswa SMA Taruna hingga nyaris terjadi aksi pengeroyokan dan tawuran. Bayangan saya, Lupus cs bakalan mengelabui 'lawan' dengan melarikan diri menuju Gang Senggol (gang sempit yang dijadikan markas untuk 'escape' para siswa SMA Merah Putih, seperti yang pernah ternarasi dalam novel "Bangun Dong Lupus, thn. 1988). Tapi ternyata..., imaji saya sia-sia. Lupus justru tampil sebagai pahlawan yang sukses memberi petuah (atau ceramah??) pada para siswa SMA Taruna mengenai dampak negatif tawuran. Kwaaak...padahal kurang semenit lagi terjadi baku hantam. Hebat juga ya, dalam waktu singkat gajolak emosi bisa teredam secara signifikan. Hiks..FTV sekali. Padahal jika kita berada pada posisi seperti itu, hanya ada dua pilihan. Lari atau... benjol! Hehehe...


    Temuan lain yang sepertinya 'bukan Lupus sekaleeeee' adalah masalah dunia perngepetan eh pergebetan alias masalah cewek. Sebagai fans novel-novel Lupus, kita pasti hapal mati kalau Lupus itu masih demen ngelaba walau sudah ada Poppi disisinya. Banyak cewek yang khilaf dikecengin, mulai dari Rina, Evita Fanny (artis yang lagi naik daun ...hehehe...ulet bulu kaleeee), Rini (anak ibu kantin), Mila, Vika, Happy, hingga model junkies bernama Nessa.

    However, di film Bangun Lagi Dong Lupus, jangan harap si Lupus umbar modus. Pada beberapa scene, saya sampai gemeeeesss pengen jedotin kepala ke dada mas-mas yang jualan doft drink (walau sadar diri sih, Lupus kan nurut ma skenario). Udah jelas-jelas Poppi naksir dia, bahkan rela mutusin Daniel dengan harapan bisa jadian sama Lupus. Eh..Lupusnya anteng-anteng aja. Tidak bereaksi ataupun merespon secara normalnya seorang pria yang dibalas cintanya. Malah dengan naifnya meminta Poppy balikan sama Daniel. Aduh, Pus. Mulia sekali hatimu, Nak...*kibasin selendang*. Gejolak birahi perasaan ini secara tak terduga tersampaikan oleh Boim dalam salah satu dialog di kamar Lupus saat Boim cs mengetahui bahwa Lupus menolak berpacaran dengan Poppi, padahal cinta di hati tak bisa diingkari. Eciyeee.

    Nah, kalau ga salah, Boim bilang begini: "Pus, lo tuh baik apa bego, sih? Sok pahlawan. Sok berkorban demi cinta...!". Dan saudara-saudara, jawaban Lupus sungguh membuat diri tercengang hingga kepala peyang. Lupus beralasan kenapa dia ogah berpacaran lantaran takut tidak punya waktu luang untuk Mami dan Lulu. Lupus khawatir tidak bisa memfokuskan perhatian ke keluarga jika ada Poppi dihatinya. Waduuuh..., keren amat cowok model begini. Pesen dong setengah lusin!


    Uhm, padahal kan  si Lupus yang selama ini kita kenal  sering iri sama Lulu gara-gara tiap Lupus pergi kemanapun, ga pernah dicariin sama Mami. Beda sama Lulu yang tiap ngilang sebentar saja, Mami udah heboh membahana. Sampai-sampai tiap pergi, Lupus sengaja nyulik sendok milik Mami agar dicariin. Pasalnya Mami lebih kuatir kehilangan sendok daripada kehilangan Lupus.  Hihihi. Itu menurut novel-novel Lupus yaaaa...! Hmm...tidak dipungkiri,  terdapat perubahan kharakter dan image seorang Lupus. Artinya, Lupus yang kita kenal melalui novelnya sejak tahun 1988, berbeda dengan Lupus versi filmnya di tahun 2013 ini.

    Lupus (bersama teman sekelasnya bernama Rosfita) yang sama-sama punya pedoman 'Haram Hukumnya Menolak Tawaran Makan", mendadak jaim di film. Saat Poppi menawarkan dinner, Lupus menolak dengan alasan tidak mau mengecewakan Mami yang sudah memasak dirumah. Aiiih..manisnyaaaah!!

    Anto -Boim - Lupus - Gusur


    Konsep persahabatan yang dimunculkan dalam film ini pun terlalu minimalis. Hanya ada Boim, Gusur, Anto, dan Meta. Padahal saya (dan ribuan fans Lupus disono) pasti berharap lebih. Kenapa karakter Fifi Alone yang unik dan menggelitik malah tidak dimunculkan? Kemana para sohib Lupus lainnya seperti Gito, Aji, Svida, Utari, Ita, Ruri? Pasti produser punya alasan tersendiri. Mungkin konsep minimalis ini diyakini tidak akan mengurangi esensi?
     
 All I say, saya merasa terhibur dan sangat mengapresiasi lahirnya film Bangun Lagi Dong Lupus. Walau ada beberapa scene yang menurut saya kurang merepresentasikan sosok Lupus yang genuine, tapi tetap four thumbs up (plus minjem jempol tetangga) buat hadirnya film ini. Salut untuk mas Eko Patrio  (Komando Productions) selaku produser dan mas Hilman Hariwijaya atas niat, usaha, kerja keras, serta kreativitas yang luar biasa untuk membangunkan Lupus kembali dari tidur panjangnya. Semoga ini menjadi stimulasi PH lainnya agar tergerak untuk memproduksi film-film Lupus berikutnya karena Lupus adalah tokoh fiksional legendaris sampai kapanpun.


Sebagai penutup, ada kalimat yang mungkin dapat kita jadikan acuan ketika  menonton film yang diadaptasi dari buku/ novel:


"Banyak yang beranggapan ketika buku menyeberang menjadi film, di sanalah imajinasi penonton tiba-tiba terpenjara. Ungkapan itu sering diungkapkan dengan nada kecewa. Namun, saya berpendapat berbeda. Film dan buku adalah dua format yang sangat berbeda. Membandingkannya sah-sah saja, tetapi kemungkinan besar akan sia-sia. Saya lebih melihat bahwa film yang diadaptasi dari buku adalah sebuah perayaan. Bukan ajang pembandingan" (Dewi 'Dee' Lestari; penulis Supernova, Madre, Rectoverso, Perahu Kertas, dan Filosofi Kopi)



LUPUS, I heart you!

Nite, universe...




18 April 2013

Konspirasi Semesta dalam Bedah Buku Surat Dahlan Bersama Khrisna Pabhicara

Keras kepala, kepala batu, ngeyelan, ambisius, ga iso dipenggak (tidak bisa dicegah), dan segudang padanan kata yang lain sah-sah saja dialamatkan padaku. Menurut nyokap (diperkuat dengan keterangan dan data-data forensik dari dukun bayi yang membantu saat persalinan), sejak kecil memang aku tipikal 'keras', artinya kalau sudah berkemauan sulit dibendung. Tentu dengan konsekuensi bahwa aku  harus bertanggungjawab dengan segala resiko yang menyertai. Ortu sudah hapal mambahana soal sifatku yang satu ini. Jadi beliau selalu mendukung apapun keinginanku selama itu positif, tidak melanggar akidah, dan tidak membahayakan nyawa sendiri maupun orang lain. Buseet..yang terakhir serem amir. 

Bhuahaha...jadi ingat waktu aku kerja di perusahaan multinasional 5 tahun lalu. Karena dipandang 'nekat' alias 'hajar bleh', Boss perusahaan yang keturunan tionghoa, selalu menambahkan embel-embel 'Bonek' di belakang namaku. Bahkan seandainya saat meeting aku belum nongol, si Boss langsung histeris, "Mana Bonek? Itu orang apa sudah bosan kerja ama saya. Rapat kok telat!!" 

Nostalgia ke'bonek'anku yang paling berkesan adalah waktu SMP, tahun 1997. Untuk pertama kalinya, aku diperbolehkan pergi keluar kota demi nonton konser Stinky tanpa didampingi ortu. Saat itu Stinky melakukan promo tour album pertama mereka di Jawa Tengah. Setelah  Semarang, Pati menyusul sebagai kota kedua yang disambangi. Sebenarnya aku sudah menonton live performance mereka di Semarang, tapi, namanya juga ABG labil, ga ada kata puas. Masih ingin nonton lagi. 


Perjalanan ditempuh dengan menggunakan bus ekonomi. Nyokap menyarankan agar aku check in di hotel Graha Wisata saja, lokasi dimana para personel Stinky menginap. Dengan pertimbangan bahwa penginapan tersebut pasti telah memenuhi standar keamanan dan kenyamanan.  Jika tidak, mana mungkin artis mau stay disitu?

 
Andre Taulany dan dedek Andien tempo doeleo. Ampuuun  (dok. thn 1997)


Faktor akomodasi sebagai salah satu akses untuk menguber sang idola itu penting, guys. Kan kalau satu hotel, agenda foto bareng dan minta tandatangan bisa berjalan mulus tanpa kejar-kejaran ma satpam. Yaaah... walau mereka nginepnya di kamar VIP sementara saya tidur di kamar mandi eh kamar yang rate-nya paling ekonomis. Hihihi. Aku bersyukur memiliki ortu yang men-support total. Mereka paham bahwa dari jaman jebot, aku suka nonton konser musik, apalagi yang manggung itu grup band idola. Bakalan percuma bin sia-sia mencegah atau melarang keinginanku. Jadi, bokap dan nyokap memilih mendukung serta menitipkan kepercayaan yang harus kujaga dengan penuh tanggungjawab. 

Pernah ada konser Glenn Fredly yang diadakan di salah satu diskotik di Semarang. Sebuah dilema, Glenn adalah salah satu musisi favoritku. Di satu sisi, venue nya adalah diskotik. tempat yang aku sama sekali ga tertarik alias takut berada di dalamnya. Diskotik sering diidentikkan dengan wahana dugem ( jiaah wahana, Dufan kaleee), kepulan asap rokok, dan aroma minuman keras. Belum lagi kalo terjadi transaksi narkoba. Hiii, aku bergidik. Usiaku saat itu belum genap 17 tahun alias belum punya KTP. Syarat pengunjung diskotik harus menunjukkan KTP.  Sebagai newcomer masa pubertas unyu, rasanya aku ingin nangis guling-guling. Hasrat yang besar untuk menonton konser harus berbenturan dengan lokasi yang kurang nyaman dan rawan. Tapi nyokap memang jelmaan malaikat. Selalu mengerti apa mauku. Beliau justru menawarkan untuk menemani!

Yeaay... berkat didampingi nyokap, aku pun lolos dari pelototan security. Padahal ya, seumur-umur nyokap tu ga suka suasana hingar bingar dan punya alergi asap rokok. Tapi beliau tetap memilih menemaniku. Ikut larut dalam konsernya Glenn.  Oooh simbok...ai lop yuuuu.

Alhamdulillah, karena dukungan ortu, dibandingkan anak-anak seusiaku saat itu,"petualanganku" lebih warna -warni . Walau secara materi aku bukan dari keluarga berada, namun secara pengalaman, aku lebih teruji. Namanya juga bonek. Hehe

Nah, itu kan dulu saat masih singel, Setelah menikah seperti sekarang, sifat bonek udah ilang dong. Weiiits...siapa bilang? MASIH, tau!

Yang masih anget sih saat aku meminta ijin suami agar diperbolehkan mengikuti cara Bedah Buku dan Book Signing "Surat Dahlan" yang dihelat penerbit Noura Books pada hari Sabtu, 6 April 2013 di Djendelo Koffie, Togamas Affandi, Jogja. Informasi yang kutemukan di microblogging twitter, acara yang dikemas dalam format talkshow tersebut akan menghadirkan Khrisna Pabichara, penulis Sepatu Dahlan, Surat Dahlan, Gadis Pakarena, 10 Rahasia Pembelajar Kreatif, Kamus Indah Islami, dan yang terbaru, Antalogi Cinta.

Sebenarnya bukan jadi ganjalan andai acara Bedah Buku yang kebetulan jatuh di hari Sabtu itu diselenggarakan di kota yang dekat dengan domisiliku. Sebut saja di Solo, misalnya. Tentu pasangan akan dengan mudah mengijinkan tanpa perlawanan. Pasalnya, di hari Sabtu, suami tidak mendapat jatah libur alias harus siaga (kaya Pramuka aja). Bisa dimaklumi, betapa ia sangat berat hati melepas kepergianku yang hanya seorang diri, berkawan sepi (jiaaah...Popi Merkuri dong).  Suami mana yang tega membiarkan istrinya pulang-pergi Sragen -Jogja naik bus sendirian?Walau jujur, aku sih berani dan fine-fine aja tuh.

Hiks..hiks..., sampai hari Sabtu jam 09.00 pagi, ijin belum juga kudapat. Padahal aku sudah menunggu momen ini sejak tahun lalu. Khrisna Pabichara, akrab disapa Daeng Marewa, adalah salah satu penulis favoritku. Aku memiliki semua buku yang dianggit beliau, baik karya fiksi maupun non fiksi. Melalui akun twitter @1bichara milik beliau, aku sering menagih Daeng yang kelahiran Makasar ini untuk mengagendakan acara book signing di kota Solo atau Semarang. Dan , hasrat nan terpendam dalam selaksa gelora sekian lama pun akhirnya tergali jua (kok jadi nyastra kaya si Gusur?). Sendainya aku melewatkan kesempatan, tentu akan jadi penyesalan seumur hidup. Ini akan jadi momen pengkayaan wawasan serta sebuh investasi pengalaman yang berharga sepanjang sisa usia. 

Namun, sebesar apapun keinginanku untuk menghadiri event tersebut, ridho suami adalah yang paling hakiki. Jika akhirnya nanti suami tetap tidak mengijinkan, seberat apapun kekecewaanku, ya aku wajib manut.

Oh, Sabtu pagi sebelum ngantor, diam-diam aku tetap membawa koleksi bukuku. Entah kenapa, aku merasa yakin bahwa nanti suami akan memberikan ijin. Siapa tau fenomena mestakung (semesta mendukung) tiba-tiba datang menelikung? Dan benar saja ! Tepat pukul 10.00, eng..ing..eng...terbitlah kata 'iya' dari suami. Wohooooo...*koprol erotis*

Ternyata semesta masih melancarkan konspirasinya. Di hari yang sama, kantorku mendapatkan kunjungan dari rombongan Kementerian Sosial setelah sehari sebelumnya mengadakan simposium di Jogja. Usai melakukan observasi di kantor, tepat jam 12.00 wib rombongan dijadwalkan makan siang di rumah dinas Bupati Sragen. Aku dan salah satu teman seruangan ikut mengantar. Di sela-sela makan siang, dengan spontan temanku meminta ijin kepada salah seorang tamu agar berkenan memberi tumpangan padaku. Kebetulan rombongan akan kembali ke hotel Saphire, Jogja. Dan beliau dengan antusias merespon positif (setelah dijelaskan temanku, bahwa aku akan mengikuti acara bedah buku). "Silakan saja mbak, kebetulan bus kami masih banyak tersisa seat yang kosong". Alhamdulillah..., ga jadi gelantungan di bus umum. Hehehe. Jogjaaaa....aku datang!

 

Inilah penampakan di dalam bus. Nyaman dan lega karena tiap dua kursi hanya diisi satu orang.



Seperempat perjalanan dialokasikan untuk berintim ria dengan buku ini, sisanya....tidoooor!

Sampai di Djendelo Koffie yang terletak di lantai II toko buku Togamas Affandi, ternyata acara belum dimulai. Sebenarnya pengen sih hunting buku di lantai satu, tapi...tiba-tiba tercium aroma pisang goreng. Hidung pun mengembang dan mengempis otomatis. Ahhh..saatnya ngemil, cyint.

Djendelo Koffie

Set yang digunakan untuk talkshow

Dengan langkah ngondek bersahaja, daku bergegas menuju meja yang paling strategis dan romantis untuk memesan camilan. Hoho...kegiatan memamah biak semacam ini sangatlah penting guna menjaga vitalitas dan sensualitas, sob!

Sabar...ini baru menu pembuka, belum sampai ke menu utama.Ssst!

Hmm..usus-usus imut pun akhirnya berhenti menggelinjang. Setelah setengah jam mojok sendirian, akhirnya peserta talkshow mulai terlihat memasuki ruangan yang berkonsep lesehan. Pengemasannya boleh juga. Dengan lay out seperti itu, suasana talkshow akan terasa lebih membumi, santai, dan tidak kaku. Saat aku mengecek ponsel, ada sms dari suami menanyakan apakah acara sudah selesai. Ooeemjiii cintaaah, selesai dari mana? Mulai aja belum...

Tepat jam 5 sore (itu artinya molor satu jam dari jadwal huhuhu),  emsi mulai membuka acara. Di awal talk show, dengan gaya akrab sekaligus kocak, Khrisna Pabichara berbagi pengalaman yang paling mengesankan selama proses penyusunan novel Surat Dahlan, sebuah karya trilogi yang terinspirasi dari kisah hidup Dahlan Iskan. Sebagai sekuel novel mega best seller Sepatu Dahlan, Khrisna mengakui ada beberapa kendala yang dihadapi. Salah satunya adalah memilih dan memilah alur cerita yang relevan dengan realita sosok Dahlan Iskan saat ini.


Khrisna Pabichara dan Mbak Lulu


Dalam Surat Dahlan, kisah Dahlan Iskan bergulir pada kehidupan masa muda. Khrisna Pabichara dengan luwes merangkai romansa kisah cinta seorang Dahlan yang konon banyak dikagumi wanita. Tercatat ada tiga wanita yang mengharapkan cintanya. Selain itu dikisahkan perjuangan Dahlan dalam meniti karir menjadi seorang wartawan pada harian lokal di Samarinda hingga akhirnya mendapat kepercayaan untuk mengelola sebuah koran ternama di Surabaya. 

Keunikan sekaligus daya jual Surat Dahlan, menurutku,  adalah momen dimana seorang Dahlan muda yang begitu antipati terhadap tentara ( lantaran pernah menjadi 'target operasi' dan dikejar-kejar pasukan tentara akibat melakukan demonstrasi mahasiswa di tahun 70-an) ternyata beberapa tahun kemudian harus melamar anak seorang tentara! Huahaha..

Dalam Surat Dahlan, bahasa dan diksi yang tersaji tak kalah indah dibandingan novel pendahulunya, Sepatu Dahlan. Sederhana namun memukau. Kelincahan, kejelian, dan keluwesan seorang Khrisna Pabichara bergumul dengan kalimat sastrawi sudah sangat teruji. Tak dipungkiri, novel ini bertengger sebagai salah satu karya yang memiliki tingkat keterbacaan tinggi.


mas Bagus Tian in action



Eh, ternyata ada kejutan kecil yang (tidak sengaja) tersuguhkan untukku. Sebelum masuk sesi bedah buku, Khrisna Pabichara mendaulat salah seorang tamu undangan, namanya Bagus Tian, untuk mempuitisasikan salah satu penggalan cerita Surat Dahlan. Entah kenapa mas Bagus memilih membaca penggalan cerita di halaman 187-188, isinya merupakan curahan hati seorang Dahlan Iskan muda kepada Aisha, gadis pujaan hatinya, yang tertuang dalam lembaran buku harian. Dan pemirsa, hati ini langsung tergalau-galau saat membaca dan juga mendengarnya. Ngejleb level Eyang Subur.

Ini kalimat yang menjadi kutipan favoritku. Pertama kali membaca, aku langsung jatuh cinta dan mata mendadak becek tanpa daya....

"Maka, kehilangan kamu adalah pintu yang kupilih, agar di ruang lain aku menemukanmu sebagai yang abadi" (Surat Dahlan, hal. 187)



Cikal bakal lahirnya Sepatu Dahlan sebagai karya pembuka trilogi novelisasi Dahlan Iskan, ternyata membutuhkan perenungan tersendiri bagi Khrisna Pabichara. Penerbit saat itu menawarkan beberapa alternatif nama-nama inspirator moncer negeri ini. Setelah ditelaah secara obyektif tanpa mengkerdilkan sosok satu dan yang lainnya, sodoran nama tersebut mengerucut menjadi dua tokoh, Dahlan Iskan dan seorang tokoh prestatif lainnya (ssst..yang penasaran bisa sms ogut). 

Dan Khrisna menjatuhkan pilihan pada seorang Dahlan Iskan. Hal itu lebih pada kemiripan latar belakang masa kecil. Diakui Khrisna. separuh kisah perjalanan hidupnya mirip dengan Dahlan Iskan. Lahir dari keluarga sederhana yang hidup seadanya dalam kungkungan jeruji kemiskinan. Namun didikan orang tua yang tegas, keras, dan disiplin membuat ia tidak pernah menyerah ataupun mengasihani diri sendiri. "Bagaimana saya bisa ikut larut dalam penjiwaan seorang tokoh yang lahir dari keluarga pengusaha berada sedangkan saya tidak pernah merasakannya?", beber Khrisna saat ditanya mengapa ia memilih menulis novel dari kisah Dahlan Iskan, bukan tokoh lainnya. Khrisna mengakui bahwa ia sempat merasa tidak percaya diri karena belum memiliki pengalaman menulis novel.  


Khrisna saat membacakan penggalan novel Surat Dahlan


Sesi berikutnya adalah tanya jawab. Panitia memberikan kesempatan kepada 4 orang peserta dan bagi dua penanya terbaik akan memperoleh souvenir dari penerbit Noura Books. Yuhuuuuu..., sebagai ratu ngeksis, kagak mungkin melewatkan kesempatan manis dooong!

Masih pakai seragam kantor, bukti kebulatan tekad dan ketulusan niat :p



Ada dua pertanyaan yang aku ajukan. Pertama, mengenai latar belakang diubahnya judul ketiga trilogi Sepatu Dahlan, yakni dari Kursi Dahlan menjadi Senyum Dahlan. Kedua, konsepsi totalitas seorang Khrisna Pabichara dalam menulis/ menganggit karya-karya fiksi dan non-fiksi karena dua wujud karya tersebut sangat berbeda dan butuh konsentrasi yang berbeda pula.

Semesta masih mengukuhkan konspirasinya untuk membuatku bahagia. Panitia memilihku   sebagai penanya ter-shemog eh terbaik. Yeaaay...dapat merchandise deh!


Gleg..., warna t-shirt nya kompakan ma kaos kaki eike


Salah satu pemenang lainnya. Posenya mirip duet Cagub-Cawagub ya?!Hihihi


Acara bedah buku ditutup dengan booksigning. Ayooo..ayoooo..koleksinya dikeluarkan semua...

The mission is completed!

My dream is coming true!



Akhirnyaaaa bisa kopdar :D


Oleh-oleh dari Togamas Affandi

Ooh..., aku mau mengucapkan thanks a billion untuk dua adik2 keceeeh, dek Aig dan dek Afa yang sudah bermurah hati menjemputkku malam-malam di Togamas  dan mengantarkanku di tempat pemberhentian bus tercinta dalam suasana gerimis melankolis. Aduuuh, kalo tak ada kalian berdua, mungkin statusku tidak berhenti sampai Bonek, namun bakalan ditambah embel-embel "Bolang" alias Bocah Ilang. Ahahay.


Dek Aig dan dek Afa. Yang mau minta pin BB, wani piro?

Thanks God....
Thanks universe...
You make my day!