19 November 2012

Mules Bareng Mbah Tedjo

Rabu (14/11) kemarin untuk pertama kalinya dalam sejarah karir seorang artis papan selancar, aku mengikuti bedah buku 'Lupa Endonesa' (terbitan @bentangpustaka) di aula gedung C7, lantai III, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Acara yang merupakan salah satu agenda "Bulan Pahlawan Hima Sejarah UNNES 2012" ini konon menghadirkan penulis 'Lupa Endonesa' (ya iyalaaaah, masa tukang cendol?), yakni pria gaul, nyentrik sekaligus unyu; Sudjiwo Tedjo.

Tidak hanya mbah Tedjo, demikian budayawan dan seniman ini akrab disapa,  panitia juga mengundang sastrawan ngetop bin ngepop, Prie GS serta perwakilan 'tuan rumah',  Andy Suryadi (Ketua BEM FIS 2002/ Dosen Sejarah). Tiket masuk dipatok Rp. 35.000 (untuk mahasiswa) dan Rp. 40.000 (untuk umum). Entah mungkin karena keimutan dan keluguan sosokku (haiish), panita dengan mantap memberikan tiket yang harusnya diperuntukkan bagi adik-adik mahasiswa. Huyeaaa..ga sia-sia daku minum jamu Tolak Keriput tiap malam. Terimakasih Tong Peng!


penampakan sang tiket

Acara yang berlangsung selama kurang lebih 2 (dua) jam benar-benar di luar dugaan. Awalnya, aku udah skeptis, menganggap bedah buku adalah acara 'sastrawi' yang serius dan full konsentrasi untuk mencerna diksi-diksi tingkat tinggi. Ternyata saudara-saudara, bedah buku 'Lupa Endonesa' adalah ajang diskusi yang cenderung mirip..stand up comedy! Wuaaah..jauh dari kata boring, bikin ngakak guling-guling! (biar lebay asal santun).

Mbah Tedjo memang cerdas, nyeni, dan berkharakter. Apa yang keluar dari mulutnya, walaupun ngawur ngalor-ngidul, namun tetap bernas, cadas, dan lugas. Yang bikin takjub, beraneka sumpah serapah, makian, dan umpatan yang harusnya bikin telinga risih, kok terdengar wajar-wajar saja ya jika Mbah Tedjo yang melontarkan? Jangan-jangan dia sukses menyebarkan ilmu gendam gendeng ke semua audiens...

Di awal acara, mbah Tedjo mengaku tidak ingat isi buku 'Lupa Endonesa'. Ah..ciyuuus, mbah? Kan bukunya sendiri  baru dicetak bulan September kemarin?

Dengan lancar, mbah Tedjo menceritakan mengenai ketidakcocokannya terhadap lagu kebangsaan Indonesia Raya. Menurut pria yang tidak bisa lepas dari topi itu, lagu Indonesa Raya tidak pas penekanan suku katanya. Kata yang terdiri dari 4 (empat) suku kata, maka penekanan intonasinya ada di suku kata ke 3 (tiga). Contoh, kata In-do ne-sia, maka stressing-nya ada pada 'ne'. Namun dalam lagu Indonesia Raya, penekanan justru diberikan pada 'sia'. Sehingga tiap dilantunkan, bukannya khidmat dan semangat, lagu Indonesia Raya justru terdengar seperti orang yang sedang marah-marah atau malah putus asa.  "Lagu Indonesa Raya ibarat harapan, bukan simbolisme semata", tuturnya.

Hahaha..., dari penjelasan tadi, aku baru percaya kalau mbah Tedjo memang benar-benar lupa isi buku terbarunya! Lha wong memang ga bakal ketemu walau kita bolak-balik halaman demi halaman 'Lupa Endonesa'. Kritisi lagu Indonesia Raya kan adanya di buku 'Ngawur Karena Benar', buku yang dirilis mbah Tedjo pada bulan Maret 2012, bukan di buku 'Lupa Endonesa'! Andi Surjadi bahkan dengan terang-terangan men-smash bahwa apa yang di diutarakan mbah Tedjo hari ini, tidak ada dalam buku. Hohoho...mbah Tedjo pun hanya mesem-mesem. Oalah mbaaaah..mbaaah..., gemes aku!

Dua narasumber lainnya, Prie GS dan Andy juga ga kalah asik. Mereka menyuntikkan ilmu tanpa bikin pendengarnya ngelu. Sharing knowledge toh tidak selalu harus dibawakan dengan serius. Ah, coba dulu jaman kuliah semua dosen kaya begini yak? dijamin eike kagak lulus-lulus! :p




 Sang Presiden J#ncukers



  Prie GS yang ga kalah kocak

Sesuai janji panitia, acara bedah buku tersebut akan ditutup dengan booksigning pada buku-buku yang ditulis mbah Tedjo. Rata-rata peserta bedbuk sudah mempersiapkan koleksi mereka untuk ditandatangani penulisnya. Mayoritas sih buku 'Lupa Endonesa'. Namun tidak sedikit lho yang membawa minimal tiga buku karangan Sudjiwo Tedjo, semisal Ngawur Karena Benar, Jiwo J#ncuk, dll. Hohoho..itu yang namanya..niat!. 

Sayangnya, karena animo peserta yang terlalu bergairah dan menggelinjang parah (oouch), booksigning terpaksa dilakukan di ruang terpisah. Di akhir sesi, peserta diminta mengumpulkan buku-buku mereka untuk selanjutnya dibawa panitia ke ruang dosen (kaya ngumpulin skripsi aja!) yang terletak di lantai I. Mbah Tedjo nya sih sudah 'diamankan' di sana. Setelah itu, panitia akan membagikan buku-buku yang sudah bertandatangan ke pemiliknya. Sesi foto bersama yang awalnya diagendakan pun batal. Karuan aja banyak peserta kecewa dan spontan nyusul mbah Tedjo ke bawah agar bisa foto bareng. 
Aku sih ga terlalu desperate, yang penting buku yang kubawa bisa di-sign ama mbah Tedjo, itu sudah cukup melegakan. Sambil nunggu sertifikat dan buku dikembalikan, aku kembali ke habitat awal. Yup..narsis dan ngeksis. Thanks buat @YanuarYogha (mahasiswa UNDIP) yang berkenan menjadi partner dadakan dalam sesi jeprat-jepret busuk ini.  Ihiiiy...





ini sertifikatnya, pemirsaaaah


Karena kelamaan nunggu di atas, akhirnya aku ikut nyusul peserta lain ke lantai satu. Sampai di sana, terlihat beberapa tumpuk buku yang tergeletak pasrah di atas meja. Ternyata itu buku-buku yang udah ditandatangi mbah Tedjo. Untuuuung aja punyaku ga keselip. Harusnya panitia menyerahkan ke peserta, bukan ditaruh gitu aja. Huhuhu. Setelah cek ricek, bukuku yang berjumlah 3 biji (Lupa Endonesa, Jiwa J#ncuk, dan Ngawur Karena Benar) alhamdulillah masih lengkap. Mission accomplished!



salah satu amunisi yang udah ditandatangani penulisnya

Sambil nunggu jemputan, aku duduk di kursi lobi. Masih banyak rombongan peserta (rata-rata mahasiswa/ mahasiswi), dengan setia menunggu mbah Tedjo keluar ruangan. Wow, semangat mereka boleh juga. Salut deh! Jadi ingat masa lalu waktu jadi groupies hihihi. Jaman ababil dulu, aku hobi nungguin artis idola di lobi hotel, bahkan sampai berjam-jam hanya untuk sekedar  foto bareng atau minimal minta tanda tangan! Omaigooot...baru nyadar kalau dulu eike alayers yak? -__-

Lagi khusuk-khusuknya bengong melototin ulah lucu para peserta, tiba-tiba pintu ruangan terbuka dari dalam. Jreng...jreng..ternyata mbah Tedjo keluar dari pertapaan dengan didampingi panitia berjaket kuning (almamater eike cint!). Peserta yang menunggu kembali heboh.

Tiba-tiba, seorang panitia menghampiriku yang sedang duduk seksieh dan dengan unyu berkata, "Maaf, Mbak...bisa pindah tempat? Kursi ini untuk Pak Sudjiwo Tedjo menyelesaikan book signing

Makdikibrit...ternyata aku duduk di kursi 'panas'. Hiks...malu, bhok! Dengan mesam-mesem legit ala Nunung OVJ, aku pun beringsut pindah diikuti tatapan melow para mahasiswa yang ada disitu. Tanpa diduga, mbah Tedjo nyeletuk, " Sini aja!", sambil mindahin tas simbah yang segedhe gaban. 

Huyeaaa...adik-adik semua, jangan salahkan kakak ya kalau kakak bisa foto ma desye tanpa perlu ngantri hihihi *ngikik licik*^^


wajah eike yang blesteran antara tengsin, kaget dan narsis



Sampai jumpa di acara-acara gokil berikutnyaaa..kiss..kiss :*:*

Nyempil bersama panitia acara (kan kita seumurun ihihik)