05 November 2013

"Eargasm" Dalam Solo Jazz Traffic Festival 2013


Saya memang bukan orang yang tepat untuk meresensi sebuah pertunjukan musik jazz, apalagi mengkritisi. Pengetahuan dan referensi saya mengenai musik jazz masih NOL besar, lebih-lebih saya baru "akrab" dengan aliran musik ini di tahun 2007. Sungguh tidak bijak dan terlalu prematur kalau saya kebanyakan ngelantur.





Saya hanya penikmat. Ya, saya adalah penikmat yang terkadang harus menabung berbulan-bulan demi memiliki CD audhiophile bergenre-jazz yang dialunkan oleh penyanyi jazz tanah air favorit, (semacam Peppi Kamadhatu, Olivia Latuputi, Syaharani, Nita Artsen, Andien, Iga Mawarni, dsb) atau oleh penyanyi luar negeri yang saya tidak familar siapa namanya tapi me-recycle lagu-lagu kesayangan saya. Begitulah. Saya murni penikmat yang mencoba memanjakan telinga dengan musik yang konon masuk ke Indonesia pada tahun 1930 ini. 



Sejak menetap di kabupaten Sragen per tahun 2009, praktis sudah empat tahun saya vakum menonton konser (live music) jazz. Berbeda saat di Semarang, kota kelahiran saya. Hampir tiap weekend bisa menyempatkan nonton, apalagi yang gratisan hehehe. Sebenarnya sering diajak teman untuk datang menikmati pertunjukkan musik jazz yang rutin dihelat oleh komunitas Solo Jazz Society, namun selalu gagal terealisir.


Akhirnya di hari Sabtu kemarin, misi mulia itu pun terlaksana. Bersama teman yang berhasil diculik paksa (karena suami mendadak ada panggilan tugas sehingga batal menemani), saya dengan antusias menghadiri Solo Jazz Traffic Festival 2013 di Grand Ballroom Hotel Sunan Solo. Para musisi ternama yang hadir membuat mata dan telinga sakaw; Tompi (Doctor and The Professor), Sierra Sutedjo, Sandy Winarta Quartet, Indra Lesmana with LLW Band, Eva Celia, Indro Hardjodikoro (The Finger), Sruti Respati, dan Barry Likumahua Project (BLP). Saking semangatnya, tiket nya sudah saya pesan saat 'pre sale'. :D 



Penampakan tiket dan rundown acara



Konsep multi panggung pada parade jazz kali ini cukup unik. Baik lighting, sound system, maupun stage setting-nya. Panggung dibagi menjadi dua grup, stage A dan Stage B. Para band pendukung tampil bergantian dan di plot sesuai stage masing-masing. Penonton pun dengan rela bergeser dari Stage A ke Stage B (dan sebaliknya) demi mendapatkan posisi duduk yang strategis! Pentas berlangsung mulai pukul 16.00 wib hingga pukul 23.45wib dengan durasi rata-rata untuk masing-masing band penampil adalah 50 menit.


Saya bersama partner (@kurniaendah33) bahkan terlibat diskusi serius beberapa menit sebelum memasuki venue. Bak tentara yang akan berjuang medan pertampuran (jiaaaah...), kami berdua mengatur strategi agar dapat menikmati konser dengan sukses, artinya bisa dapat posisi nyaman di depan panggung. Bahkan high heels terpaksa saya jinjing agar lebih leluasa 'merayap' dari stage satu ke stage lainnya. :D



Ini bocoran foto-fotonya (tanpa edit yaaaa...biar natural...hihihi).



Narsis sebelum memasuki venue 




My partner @kurniaendah33





Iseng masuk venue sebelum gate dibuka, ternyata Indra Lesmana & LLW band sedang check sound 




Eva Celia menunggu giliran check sound. Beuuh, belum mandi aja tetep kece yaa ^^
(foto ini diambil beberapa menit sebelum kami ketahuan security karena lokasi harus steril hehehe)




Serius mempelajari rundown acara (mau ujian, Mpok?) 




"Absurdnation ", band pembuka di stage A 




Band penampil pertama di Stage B, "Adheya Band"




Paling touching saat vokalis ini membawakan "Over The Rainbow". Bening! 




Para jazz lovers. Yang ini masih sore, barisan belakang belum begitu padat merayap. 




Sepatu yang berubah fungsi sebagai media 'inden' posisi duduk




"Sandy Winarta Quartet"





Warna keyboardnya eyecatching. :D




Sandy Winarta yang sukses bikin cewek-cewek terpana (terutama partner saya hahaha)




Sierra Soetedjo



So charming :)




Indro Hardjodikoro The Fingers


Beliau ini salah satu bassist senior favorit saya :)




 Sruti Respati. Ternyata aslinya mungil dan imut-imut sekali. :XD



Indra Lesmana & LLW Band




LLW Band feat. Eva Celia dan...'tensi' jazz lovers pun semakin hot. Pecaaah!








Like father like daughter


Itu sepatu nyaman aja nangkring di bibir panggung :))

Indra Lesmana masih aja ganaaaas!




Setelah LLW Band (Indra Lesmana, Eva Celia) merampungkan lagu pamungkasnya, saat saya melihat ke belakang, penonton sudah semakin membludak. Kami pun terpaksa tidak beranjak dari stage A dan harus 'puas' melihat stage B (yang menampilkan Barry Likumahua Project sebagai band penutup)  dari kejauhan. Beberapa LCD terpasang agar penonton tetap bisa menikmati pertunjukan di masing-masing stage.  


Penonton di stage A memilih bertahan karena situasi semakin padat merayap.


Stage B yang sedang menampilkan BLP Project





Dan TOMPI, Feat. The Doctor and The Professor menjadi band pamungkas di stage A. 



Naksir ma bassist-nya, @FajarAdiNugroho :p


Lagu terakhir Tompi bernuansa nasionalisme, "Dari Sabang Sampai Merauke"



Formasi lengkap "The Doctor & The Professor.
Paling kagum sama pianisnya (paling kiri), ibu Tjut Nyak Deviana Daudsjah. Penampilan beliau justru lebih mencuri perhatian ketimbang Tompi. Ternyata, sang pianis adalah profesor musik dan mantan rektor sebuah perguruan tinggi Musik International Music College, Jazz & Rockschulen Freiburg, Jerman . Ckckckck....pantesan...


Secara keseluruhan, I'd love the concert in every detail. Salut untuk Rita Noya Project, promotor acara ini. Semoga sering-sering diadakan di Solo deh. Bravo mba Rita. :)






03 November 2013

Senyuman Yang Menenangkan Dalam 'Incognito Pak Harto '







Lega, bangga, dan haru.

Itulah buncahan rasa yang tersisa saat merampungkan halaman terakhir buku "Incognito Pak Harto: Perjalanan Diam-Diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya", anggitan Mahpudi. Buku terbitan Yayasan Harapan Kita yang dilaunching pada tanggal 5 Juni 2013  ini merupakan salah satu buku yang susah saya dapatkan. Selain belum didistribusikan ke toko buku tanah air, penjualan online-nya pun saat itu belum ada. Sepertinya hanya dijual untuk kalangan terbatas. 

Tak terhitung berapa kali saya menelpon  bagian distributor toko buku terkemuka di area Jakarta, Yogya, Semarang, dan Solo untuk menanyakan ketersediaan stock, namun hasilnya nihil. Tidak ada buku "Incognito Pak Harto" di rak display mereka. Pernah juga googling guna mencari informasi mengenai penerbit buku tersebut, Yayasan Harapan Kita namun nomor telepon sulit didapatkan. Saya malah nyasar ke toko kelontong hingga rumah sakit yang memang bernama serupa. 

Karena belum mendapatkan hasil, saya kemudian mengirimkan pesan melalui akun facebook "Soeharto", (sebuah fanpage yang dikelola oleh simpatisan pak Harto dan didedikasikan secara khusus untuk presiden kedua RI tersebut) yang 'mengadukan' kesulitan saya mendapatkan buku "Incognita Pak Harto". Admin fanpage tersebut berjanji akan membantu mencarikannya. Mereka juga mengakui bahwa buku tersebut (saat itu) sangat terbatas. Alhamdulillah tiga bulan berselang, mereka memberi kabar melegakan. Buku tersebut sudah bisa dipesan. :)

Buku "Incognito Pak Harto: Perjalanan Diam-Diam Presiden Menemui Rakyatnya" merupakan kompilasi foto-foto/ dokumentasi sarat nilai historis yang diperoleh saat Presiden Soeharto melakukan perjalanan tidak resmi,  bahkan bersifat rahasia dengan style beliau sebagai pengemban amanah rakyat. 


Berdasarkan dokumentasi otentik, perjalanan diam-diam tersebut berlangsung selama dua tahap/ etape pada bulan April dan Juli tahun 1970. Disebut diam-diam (incognito) karena memang dalam melakukan kunjungan, Pak Harto mengesampingkan aturan protokoler kepresidenan, menghindari publikasi, dan hanya didampingi oleh beberapa staf kepercayaan. Pak Harto bahkan menutup rapat informasi berkaitan dengan agenda kunjungan agar tidak diketahui pejabat daerah setempat. 

Perjalanan incognito dimaksudkan agar Pak Harto dapat menggali informasi serta melakukan monitoring secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan program pembangunan yang telah ditetapkan. Selama melakukan perjalanan, Pak Harto berusaha seoptimal mungkin menyerap aspirasi, keluhan, dan harapan masyarakat. 

Sang penulis, Mahpudi, tidak hanya menyajikan foto-foto dokumentasi secara 'apa adanya', namun bersama tim, ia telah mengolah secara matang, memverifikasi dan mengkritisi tempat-tempat yang pernah dikunjungi Pak Harto. Mahpudi juga terjun langsung dalam ekspedisi napak tilas pada tahun 2012. Guna memperoleh informasi yang valid, ia juga melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang diyakini menjadi pelaku sejarah perjalanan incognito Pak Harto. Mulai dari mantan pejabat daerah yang mendampingi, wartawan yang saat itu ada di lokasi, hingga para ulama dan penduduk setempat yang saat itu berkesempatan berbincang hangat dengan Pak Harto. 

Menurut saya, makna buku setebal 277 halaman ini lebih dari sekedar album foto karena menyingkap sejarah indah yang mengharukan sekaligus membanggakan. Selain itu, seperti yang tertulis pada lembar terakhirnya, buku ini merupakan mata air bagi siapapun yang hendak mereguk hikmah kepemimpinan"

Inilah sebagian kecil dokumentasi yang terdapat dalam buku "Incognito Pak Harto"


Mobil yang digunakan Pak Harto dan rombongan. Foto ini diambil saat rombongan beristirahat di tepi jalan setelah memasuki wilayah Jawa Barat.


Saat bercengkerama dengan masyarakat di balai desa Jatibarang, Jawa Barat



Mengunjungi anak-anak yatim di Rumah Yatim Lapangan Udara Sukani (yang didirikan Pak Harto). Anak-anak tersebut adalah mereka yang orang tuanya gugur dalam "Operasi Pembebasan Irian Barat"




Pak Harto dengan lahap menikmati hidangan sederhana yang tersaji





Para Santriwati Pesantren Ma'hadut Tolabah, Lebaksiu, Tegal, Jawa Tengah sedang menyaksikan kehadiran Pak Harto










Bu Tien Soeharto menyambut kedatangan sang suami yang telah menempuh perjalanan panjang




Beberapa buku koleksi saya mengenai Presiden  Soeharto memang mayoritas yang mengupas sisi humanis beliau. Sama seperti buku-buku mengenai Presiden Soekarno yang juga saya koleksi. Kebanyakan mengupas sosok sang Presiden dalam keseharian, yang menanggalkan baju kebesaran sebagai orang nomor satu di Republik Indonesia.  Alasannya juga serupa. Saya lebih tertarik aspek humanis ketimbang politis. :)

Berikut ini beberapa buku mengenai pak Harto yang saya kompulir :


Buku "Pak Harto : The Untold Story". Kumpulan cerita kenangan sosok humanis sang presiden ini juga sukses membuat saya larut dalam haru


Tiga buku di bawah ini  hasil ngubek-ubek lapak online. Alhamdulilah, masih bagus dan  mulus. 








Romantisme Ibu Tien dan Pak Harto. Yang jadi pertanyaan saya, mengapa covernya senada dengan cover buku "Pak Karno dan bu Fatmawati" ya? Sama-sama sedang berboncengan sepeda. Hmm...


Saya ingat, waktu SMP pernah melihat  buku ini di Gramedia.
Dan ternyata baru bisa memilikinya "delapan belas tahun" kemudian. :)