24 Juli 2012

"Diliat Senang, Dimaem Ga Kenyang"






Senangnya hatiku, hilang panas demamku. Semua karena Inzana oh inzanaaa....*kibas-kibas rok*.

(Kebahagiaan ini turut disponsori oleh mobil pick up full AB alias Angin Brobos, pakne, dan simbok)


Kemaren malam, ortu berhasil membuatku terharu tingkat Pluto. Ini gara-gara kedatangan mereka ke asrama dengan membawa tabulampot yang khusus diculik dengan paksa dari penjual tanaman bibit unggul di Karangjati, Ungaran. Total ada 4 tabulampot; mangga taiwan, belimbing, jambu air, dan jambu biji yang diletakkan di bak belakang.


Perjalanan selama empat jam dari Semarang menuju Sragen dialalui para tabulampot dengan penuh kebrutalan, goncangan tanpa periketumbuhan, dan sengatan matahari yang sepertinya seharian itu maen keroyokan. Begitu turun dari pick up, bokap yang ada dibelakang setir langsung lari-lari heboh naik ke bak. Dengan sigap berusaha menurunkan tabulampot tak berdosa itu. Sementara nyokap jerit-jerit histeris minta gunting dan air segayung. Eike yang lagi selonjoran dikamar sempet bengong sesaat denger request nyokap, " Siapa yang mau prosesi siraman penganten sore-sore begini?" Setelah nyadar, baru deh latah gedabrukan ambil air buat nyiramin tabulampot.

Kondisi tabulampot cukup bikin perasaan tercabik-cabik, persendian ngilu dan hati teriris-iris (kalah deh pilem Ratapan Mami Tiri). Karena 'dijemur' ber jam-jam, alhasil daunnya yang semula segar bugar, jadi layu tak bercahaya kaya raut wajah para PNS yang tiap bulan gajinya minus gara-gara kebanyakan pinjeman (ooops...curhat, Bu)! Terutama tanaman belimbing. Struktur daunnya yang tipis semakin menambah miris. Kering, keriput, dan mengkerut. Mungkin ga sempat pake krim tabir surya anti UV A dan UV B. Belum lagi buah-buahnya yang jatuh berguran karena tak kuat menahan sadisnya goncangan.

Nyokap dengan semangat memotong tali rafia yang mengikat tanaman-tanaman itu. Sedangkan bokap langsung memercikkan air ke sela-sela daun dan batangnya sambil komat-kamit baca mantra. Sepintas mirip Suhu Acai yang lagi ngobatin pasiennya. Aku jadi ikutan panik dan sedih merasakan penderitaan tanaman unyu-unyu itu. Nyokap mencoba menenangkan kegalauanku dan meyakinkan bahwa besok pagi tabulampot udah 'normal' kembali. "Ini mereka lagi stress dik, empat jam dipanas-panasin. Tapi besok paling udah seger lagi, soalnya udah kena hawa dingin". Eike hanya bisa mengangguk pasrah tanpa sempat mendesah-desah.

Alhamdulillah, besoknya prediksi nyokap  terbukti. Mereka keliatan udah lumayan fresh and confident, tanpa harus kupakein deodorant . Rencananya  sih, insya Allah aku bakal praktekin metode pemupukan semprot besok Minggu.  Yah, semoga bisa tumbuh subur dan terus berbuah dengan cantik. Makasih pakne dan simbok untuk hadiah anti galaunya.

Oh iya..., ini penampakan anggota baru halaman asrama:

tabulampot yang terobsesi pengen jadi boyband


mangga taiwan, ada buahnya 1 biji

timang-timang belimbingku sayang

"Bu4t A6kUuuH Eaaa q4q4!!"
(adik, kenapa kau jadi alay?)



Inilah para pendahulu yang belum berbuah sejak dibeli 2 bulan lalu ...hiks


(dikamar, sambil telponan ama pujaan hati..tsaaaaah)



18 Juli 2012

Tik Tik Tik, Bunyi Hujan di Atas Kasur!




Percaya nggak, mates, kadang kalo kita lagi sendiri, sering terjadi hal yang 'aneh-aneh'. Eh tapi it doesn't mean something spooky ya. Males eike ngomongin soal hantu-hantuan walau sekarang mereka makin ngeksis di layar lebar dengan bayaran selangit. Cuma modal pake gayung, jual jamu gendong, atau malah minta pulsa doang eh rekening mereka bisa makin gendut.


Eniwei, kejadian aneh yang aku alami di sini (sebagai konsekuensi ditinggal tugas suami) adalah semacam kendala yang membutuhkan solusi dan antisipasi secara mandiri. Aku yang maem mangga aja selalu minta dikupasin (ngga berlaku kalo makan coklat Toblerone, bisa ngupas sendiri, hohoho!), kini harus mengakselerasi sikap adaptif, asertif, dan independen serta meletakkan sifat emosionil di belakang sana. 


Ga tau kenapa, aku lebih senang menyebut masalah/ kendala sebagai tantangan daripada cobaan. Menurutku, kata 'tantangan' mampu mengevokasi spirit dan power untuk menaklukkan, namun tetap ada keikhlasan dalam hasil yang dicapai. Tantangan ini bisa disetarakan dengan ujian. Yang apabila kita berhasil melewatinya, akan naik 'level' lah kita.



Jika menyebut 'cobaan', aku merasa tersugesti untuk pasrah dan berserah tanpa mendahulukan usaha maksimal. Secara harfiah (menurut KSBA alias Kamus Sotoy Bahasa Andien) , kata 'cobaan' dan 'tantangan' memberikan efek psikologis yang berbeda. 'Cobaan' ibarat pemakluman akan kedaan yang menimpa dan kita berharap segera dapat melaluinya. Sedangkan 'tantangan' lebih mengandung suatu kewajiban akan effort agar tidak hanya bisa melaluinya namun juga menapak keadaan yang lebih baik dari sebelumnya.


Blub..blub..., keder juga ngoceh berbusa-busa gitu. Kikikiks.


Nah, tantangan pertama yang aku hadapi pasca ditinggal sementara oleh belahan jiwa adalah AC kamar yang tiba-tiba ngadat. Awalnya ga ada yang aneh dengan 'angin surga' yag ditiupkan dengan suhu 21 derajat keseluruh penjuru kamar tidur. Namun, selang 1 jam tiba-tiba aku lihat rembesan air di atas kasur. Bulat dan cukup besar. Reflek, aku pegang dan kuraba-raba pant*tku, ooh..kali bukan aku yang ngompol. Terus apa dong? Gosh, ternyata bukan cuma kasur aja yang basah, tapi korden juga keliatan kuyub kaya habis kesiram hujan. Waktu nengok keatas, barulah tertangkap biang keroknya. Ternyata AC eike bocor! Duile, mentang-mentang barang seken.



Dengan kekuatan Power Puff Girls lagi ngeden, aku geser kasurku sesaat setelah menekan tombol 'OFF' pada remote AC. Sprei kusingkap agar area yang basah tidak semakin merembes kemana-mana. Kebocorannya lumayan juga. Tidak hanya kasur dan korden yang basah dan gelisah, tapi juga karpet. Naluri kemanjaanku membuatku gatal ingin sms laporan kepada suami. Tapi buru-buru sadar, bahwa aku tidak mau membebani ia dengan hal-hal 'sepele' semacam ini. Dari bbm, aku minta informasi ke teman-teman mengenai contact person teknisi AC. Dan kebetulan ada beberapa nama yang direkomendasikan oleh mereka (thanks God, that is about what friends and technology are for!).


Esok harinya, aku bikin janji dengan salah satu teknisi AC, namanya Pak Bungkus. Beliau sering dipanggil untuk reparasi AC milik penghuni asrama tempat aku tinggal. Dan ternyata sudah kenal dengan suamiku. Cucok lah. Dan inilah aksi sang Spiderman....



Maaf , ini bukan peralatan sedot lemak



berjuanglah Pak...berjuanglah!!!


Syukurlah, berkat keahlian pak Bungkus dalam membungkus masalah per-AC an Indonesia, kendala pendingin ruangan bisa terselesaikan. Semoga kagak error lagi yak, cint!

Case closed!

Quote :
"Orang yang HEBAT tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, ketenangan,tetapi  dibentuk melalui kesukaran, air mata, tantangan. Ketika kita merasa sendirian dan ditinggalkan di dunia ini, ketahuilah engkau sedang dipersiapkan untuk menjadi orang yang luar biasa"


(dikantor sambil sarapan nugget goreng)


17 Juli 2012

Surat Pertama Untuk Engkau..



Satu helaan nafas yang tersisa dibalik seutas senyuman, membalut langkah saat memasuki hunian yang selama seminggu ini kutinggalkan. Tuntutan pekerjaan membuatku meninggalkanmu beberapa hari karena tugas luar kota. Padahal, selang dua hari sejak kepergianku ke Semarang, kau, menggenapi 650 personel, akan pergi bertugas ke lain pulau beberapa bulan lamanya. Disaat mayoritas anggota keluarga memanfaatkan waktu terakhir untuk menikmati hari-hari bersama pasangan, aku dan engkau justru saling berjauhan. Tapi itulah kau, sosok yang selalu maha pengertian untuk segala aktivitasku yang ber-bandrol  ‘tugas’. Kau tidak pernah memberatkan niat dan menyurutkan semangat pada kegiatanku diluar sana. Kuakui, aku tak pernah sanggup memiliki keikhlasan yang minimal setara dengan yang kau punya.

Sapa ‘Assalamualaikum’ meluncur spontan dari bibirku, walaupun kutahu tak akan kudengar balas sapamu. Hari ini, hari pertama aku memulai kehidupanku tanpamu hingga enam bulan kedepan. Sepertinya baru kemarin aku melihatmu keluar dari kapal yang akan membawamu, seusai meletakkan perbekalanmu di tubuh raksasanya. Dengan senyum khas, engkau mendekat kearahku, papa, mama, dan adik sepupuku yang sekian waktu menunggu. Aku bersyukur, tidak terlambat  tiba di pelabuhan.  Wajahmu tampak lelah dan lebih kecoklatan akhir-akhir ini. Ritme dan tanggung jawab pekerjaan yang berbeda rupanya mempengaruhi warna kulitmu. Sering kuajukan protes gara-gara kulitmu yang tidak secerah dulu, akibat porsi lapangan yang menjadi mayoritas kegiatanmu. Dan, selalu saja, kau menjawab, “Masa tentara putih? Ga jantan itu namanya”.

Hanya lima belas menit aku dan engkau bersua disela-sela keriuhan para pasukan yang akan diberangkatkan dalam rangka tugas pengamanan ke Papua. Pelabuhan Tanjung Emas terlihat menghijau beberapa saat. Kemudian berpendar, bercampur dengan beragam orang-orang yang tidak mau menanggalkan kesempatan berharga demi melepas anak, suami, kerabat, atau mungkin kekasih yang akan bertugas. Beberapa kali mataku terantuk pada pemandangan unik, segerombol gadis muda terlihat menangis histeris sembari memeluk prajurit yang (mungkin) masih berstatus kekasihnya. Sementara di kapal yang lain, rombongan prajurit lainnya meneriakkan sorak-sorai menggoda. Padahal beberapa menit sebelumnya, gadis-gadis tersebut terlihat heboh ber-pose dengan berbagai angel yang (seolah di-setting) dramatis.Berpelukan, bergandengan, dan sederet aksi romantis lainnya. Tentu saja dibalut isak tangis heroik, seolah-olah mereka mengalami duka maha dahsyat karena ditinggal sang arjuna. Mungkin mereka ingin meniru Annisa Pohan yang terlihat haru (namun elegan, catat, elegan!) ketika melepas Agus Yudhoyono, yang terdokumentasi secara artistik oleh para wartawan media cetak beberapa tahun lalu.  Atau mereka terlalu tergila-gila dengan film Korea yang sukses membuat produsen tissue kaya mendadak? Entahlah. Aku tidak tertarik!

Tahukah engkau,
Aku justru tersentuh saat melihat pria renta yang dengan penuh kasih memberikan beberapa bungkusan sebagai bekal sang putra dalam menempuh perjalanan. Senyum bangga pria yang berjalan tertatih itu lebih dari rasa bahagia melihat putranya berseragam prajurit lengkap dengan atribut ransel dan senapan laras panjang menggantung gagah di bahunya. Tugas negara memang butuh pengorbanan. Ditengah terik matahari yang menyengat, pemandangan itu makin membuatku tercekat...

Aku juga senang mengamati para prajurit yang menggendong buah hati tercinta dan bercanda dengan anggota keluarga lainnya sebagai bentuk dukungan yang positif. Bukan dengan banjir air mata yang disertai ancaman dibalik getar suara sesenggukan, “Abang, awas ya kalau disana selingkuh. Adik disini setia untuk abang”. Aku tak habis pikir..., memangnya ada orang yang jauh-jauh ke Papua hanya untuk mencari bini muda ataupun mengejar kekasih rahasia? 

Sadarkah engkau, sayang...
Saat kau berpamitan denganku, tak ada tangis dan air mata, sesuai amanahmu padaku. Kau ingin aku menunjukkan senyum cinta terindahku dan dukungan semangat yang mengalir saat aku dan engkau saling berjabat tangan. Dan Tuhan lah yang sanggup membalikkan segalanya. Aku yang sensitif, gampang menangis,  dan mudah tersentuh tiba-tiba saja diberi kekuatan untuk tetap melepasmu dengan tegar. Sesuatu yang sangat mustahil aku lakukan di suasana sentimentil seperti itu. Aku lega luar biasa karena sanggup berdiri dibalik tabir asamu. Bukan tangis yang kau pinta, namun doa. Bukan kecurigaan, melainkan dukungan. Bukan wajah sembab dengan duka tersemburat, namun senyum keikhlasan bertabur semangat. 

Aku sempat teringat celetukan atasanku di kantor. Saat itu kami sedang melakukan evaluasi kecil terhadap hasil kegiatan training ESQ yang telah diikuti oleh seluruh personel kantor. Pada akhir training, ada proses meditasi ‘peace and harmony’ yang intinya adalah...berakhir dengan tangis-tangisan. Namun hanya aku, temanku, dan atasanku yang sukses melewati momen mengharukan itu tanpa air mata. Jujur, ini sebenarnya bentuk kegagalan, bukan kesuksesan. Apa yang kami bertiga lakukan adalah diluar ekspektasi sang pengajar. Alasanku mengapa tidak bisa menangis saat itu, cukup sederhana. Aku sudah pernah melewati training semacam itu tahun sebelumnya. Jadi aku sudah hapal materinya. Berbeda saat aku mengikuti pertama kali. Wah, mataku ibarat sumber mata air yang mengalir tiada habisnya di setiap celah dan ceruk yang ada. Bahkan selama beberapa saat, aku merasa limbung dan tergoncang kala itu. 

Temanku, yang juga sama sekali tidak menangis saat proses meditasi dan renungan, melontarkan alasan bahwa wanita seusia dia belum perlu berpikir berat-berat.” Pacar aja belum punya, gimana mau ngrasain arti kehilangan”, alasannya (sok) lugu. 

Lain hal nya dengan jawaban atasanku saat aku penasaran mengapa dia tidak sesenggukan seperti teman-teman lainnya di acara ‘termehek-mehek’ seperti itu, “Kalo saya tipikalnya cenderung melawan keadaan mbak. Boleh lah yang lain-lain menangis, walau saya juga sebenarnya pengen mewek, tapi saya berusaha melawan perasaan itu”.

 Saat itu aku hanya tertawa mendengar jawabannya, tanpa sempat merenungi makna dibaliknya. Kini aku paham dan setuju sepenuhnya. Disaat  orang lain jatuh, kita tidak boleh ikut jatuh demi menunjukkan empati. Justru kita harus tetap bangkit agar bisa mengangkatnya dan menuntunnya. Bukankah kita harus mampu menolong diri kita sendiri sebelum kita menolong orang lain? Bukankah kita harus bisa menguatkan diri kita sebelum menguatkan orang lain?


Sragen, 17 Juli 2012, menjelang  tengah malam.
Aku yang selalu merindu..