10 Juni 2013

"Gubuk Kecil di Rimba Besar - Bersih-Bersih Sesi I"

Setelah dua tahun menatap di asrama, akhirnya mulai tercium "aroma", keluarga kecil kami (baru terdiri dari aku dan suami) sepertinya akan diijinkan tinggal di luar teritorial. Syukurlah, bisa segera merasakan kemandirian yang sebenarnya, walau entah kapan waktunya. Hihihi

Awal menikah, kami memang diharuskan tinggal di rumah dinas untuk kemudahan koordinasi tupoksi suami. Walhasil, setelah berdiskusi dengan pihak keluarga besar, akhirnya tabungan  milik suami (plus ditambah pinjaman dari tetangga kanan kiri...qiqiqiks) dibelikan sebidang tanah pekarangan. Sedangkan aku memilih membeli gubuk sederhana di sebuah kabupaten berhawa sejuk, Boyolali. Sebenarnya niat membeli gubuk, yang notabene tidak kujadikan tempat tinggal, belum ada di benakku. Apalagi tabunganku tidak cukup sehingga harus mengajukan kredit di Bank (ya iyalaah, PNS sepertiku  mana mungkin bisa beli rumah tanpa menjaminkan SK? hahahaha). Alasanku membeli gubuk tersebut lebih karena nilai historis. Masa kecil Ibunda banyak dihabiskan di sana. Selain itu, lokasinya dekat dengan makam almarhum  kakek dan eyang buyut sehingga bisa dijadikan tempat singgah bagi kerabat dan saudara yang berziarah.  Maka, resmilah gubuk yang terletak di depan lapangan bola itu kumiliki.

Back to main issue, dua bulan lalu suami akhirnya menyusulku membeli gubuk (hasil tukar guling dengan tanah miliknya) di kota tempat kami mengais rejeki. Sebuah tempat tinggal mungil dan sederhana yang dibangun di atas lahan seluas 100m2. Walau kecil namun cukup untuk kami berdua. 

Pemilik lama menjual rumah karena hendak pindah ke Jakarta. Akhirnya rumah mungil berlantai dua itu pun dijual dengan "bonus" beberapa perabot yang sengaja ditinggalkan, seperti : kursi dan meja makan, almari, ranjang tempat tidur, kompor gas, perabotan dapur, hingga kulkas. Hehehe..alhamdulillah...

Namun, karena kesibukan suami, baru kemarin kami berdua punya waktu luang untuk menengok dan menyicil bersih-bersih. Namanya juga rumah yang sudah tidak dihuni selama dua bulan, pasti debu sudah setebal karpet Persia. Belum lagi sarang laba-laba yang terlihat dimana-mana. 

Seraaaang!!!

Kami mulai membersihkan ruangan di lantai II terlebih dahulu. Menyapu, mengepel lantai, membersihkan langit-langit, dan menyikat lantai kamar mandi. Huuufh





banyak sarang laba-laba



Huru-hara di lantai II

Kemudian, setelah bermandi peluh, bersimbah darah dan air mata..., tim bersih-bersih segera menuju ke ruang bawah. Suami melanjutkan membersihkan kamar mandi dan dapur, sementara saya memilih membersihkan zona nyaman, alias ruang makan yang (lagi-lagi) perabotnya merupakan peninggalan sang pemilik lama. Lumayan...


ruang makan yang masih asli


Huru-hara di lantai I

kulkas yang awalnya kotor dan sangaaaat bau, akhirnya kinclong kembali

Kami berjibaku mulai jam dua siang hingga menjelang maghrib namun masih menyisakan satu ruangan yang belum terjamah karena kelelahan. Bedah rumah akan dilanjutkan pada kesempatan berikutnya dengan menyisakan catatan kecil mengenai apa saja yang insya Allah harus kami lakukan pada bulan selanjutnya (tiba-tiba sesak nafas),  antara lain:

1.  Mengecat eksterior dan interior
2.  Renovasi kamar mandi
3. Membenahi dinding/ eternit yang rusak
4. Memasang lampu
5. Menata interior
6. Menata pot-pot tanaman
7. .....

*pingsan*

Well, kami saat ini masih tinggal di asrama dan belum tahu kapan bisa menempati gubug kami tercinta. Huhuhu. 

Sampai berjumpa pada sesi berikutnyaaaaaa....!










Tidak ada komentar:

Posting Komentar