14 Maret 2013

"Melipir di Jadwal Cuti yang Segelintir" (PART I)

Tatap mata saya.
Yak..fokus!
Tatap mata saya..
Lihat lebih dalam lagi.
(Ngapain situ lihat onderdil yang lain?Mata wooiii)
Bayangkan...rasakan.

Selama tujuh bulan, Anda berpisah dengan pasangan karena panggilan tugas. Dibentangkan jarak dan di dikebiri waktu. Saat pasangan kembali ke pelukan, beribu rencana menari-nari dikepala. Dengan asumsi yang berorientasi pada pengalaman sebelumnya, cuti seusai tugas diperkirakan lebih dari satu minggu. Namun, tiba-tiba jadwal cuti diumumkan secara mendadak, serentak (sehingga tidak bisa di re-schedule), dengan jumlah hari yang tidak banyak. Apa yang Anda rasakan? Kemungkinan besar :  luluh lantak. Atau dalam bahasa Jawanya: gendandapan. 

Itulah yang saya alami setelah mendengar informasi jadwal cuti suami yang (alhamdulillah) hanya lima hari. Kening saya berkerut. Kepastian cuti baru diumumkan hari Senin. Dan..., cuti mulai 'dinikmati' secara serentak keesokan harinya yakni Selasa hingga Sabtu. Selain acara kunjungan ke ortu dan mertua, tentu kami tidak ingin melewatkan agenda 'quality time' berdua, dong. Menyelinap beberapa hari untuk ber-second honeymoon harus direalisasikan. Demi cinta (dan nafsu belanja) yang menggelora, saya ingin mewujudkan keinginan suami untuk menikmati eksotisme Bali. Kasihan.., dia belum pernah kesana, pemirsa. 

Untungnya, beberapa hari sebelum kepulangan suami (walaupun belum yakin apakah akan mendapat jatah cuti atau tidak), saya sempat berjibaku mencari travel agent yang menyediakan honeymoon package. Setelah mempelajari track record masing-masing agen dan menyimak testimoni para customers, saya jatuh cinta dengan ITS ( International Travel Service) yang membawahi bendera honeymoonkita. Komunikasi dengan marketing representative ITS, mbak Katarina, semakin intens setalah kami saling bertukar pin bb. Lokasi yang saya incar untuk stay selama 3 hari/ 2 malam, tentu saja...Ubud!


Banyak alasan kenapa saya memilih Ubud sebagai lokasi escape. Selain dianugerahi sebagai kota terbaik se- Asia Tenggara hingga Indonesia wajib berbangga,  (amazingly mengalahkan Bangkok, Hongkong, Chiang Mai, dan Kyoto!) karena keramahtamahan penduduknya, atmosfer  seni & budaya,  akomodasi,  restoran, dan tempat perbelanjaan; Ubud juga langganan dijadikan lokasi syuting film-film populer favorit saya seperti "Eat, Pray, Love" dan "Perahu Kertas".

Salah satu scene film Eat, Pray , Love di area Ubud

Kalo ogut mendingan bonceng aja daripada genjot sendiri :p



Namun ada yang sedikit 'ganjalan' bila kita memilih stay di Ubud. Terutama untuk rakyat jelata seperti saya hehehe. Menurut Ketut Sumartono dari Ubud Hotels Association (UHA), akomodasi atau penginapan di Ubud memang lebih mahal bila dibandingkan dengan Kuta atau Legian. Karena Ubud menawarkan suasana yang berbeda, Turis yang datang ke Ubud mayoritas bertujuan mencari ketenangan dan kedamaian. (sumber: female.kompas.com)



Untuk tempat 'memadu kasih' (ta'ela.., dangdut amat!), saya menjatuhkan pilihan pada Furama Villas and Spa yang terletak di Jalan Raya Mambal, UbudSelain tertarik dengan foto-foto deluxe pool villa yang ditawarkan melalu official website, setelah  mengecek melalui www.tripadvisor.co.id, saya memperoleh informasi bahwa Furama ternyata menduduki peringkat excellent diantara seluruh penginapan di Ubud. Wah, jadi makin penasaran. Berikut beberapa foto dari internet yang membuat saya 'tuing-tuing' :

Deluxe Pool Villa


private gazebo inside villa







Bedroom


Dengan menumpang pesawat Lion Air dari bandara Adi Sutjipto Yogyakarta, kami pun berangkat ke Denpasar. Oh iya, terimakasih untuk sista Vian dari Wien Tour yang sudah membantu menyiapkan detail flight kami. Mana bayarnya boleh telat, eh masih dapat promo, lagi! Lop yu dah, cint!


Hari Pertama ( 06 Maret 2013)
Entah karena faktor miskomunikasi atau karena kelihaian driver, kami tiba di bandara dua jam lebih awal! Praktis, Sragen - Jogja ditempuh hanya dalam waktu 120 menit. Flight jam 7.15 WIB sementara kami check-in jam 5 pagi. Jiaaah..bisa nglanjutin bobo cakep di boarding room nih.

Tiba di bandara Ngurah Rai Denpasar, kami dijemput oleh pak Riyanna dari Furama Villas n Spa. Jarum jam menunjukkan pukul 9.40 WIB atau pukul 10.40 WITA. Pemirsa, perut sudah tidak bisa berbasa-basi. Kelaparan akut tingkat propinsi! Saya meminta pak Riyanna untuk mampir ke warung makan sebelum menuju penginapan. Syarat yang saya ajukan : halal, harga terjangkau alias murah meriah, dan bersih. Soal rasa kan tergantung selera. Then, hati ini menjerit erotis dengan nada dasar G mayor saat mobil Pak Riyanna berhenti di tempat berikut:

Nasi Pecel Bu Tinuk, Jl. Raya Tuban, Bali

Silakan dipilih, menu sangat variatif. Nyam..nyam

Harga per porsi antara Rp. 20 rb - 35 rb


Dari bandara hingga ke Ubud menempuh waktu sekitar 60 menit. Lokasi Furama Villas ternyata agak tersembunyi. Tepatnya di area Mambal yang tenang namun dinamis. Hmmm..cocok bagi pemuja privasi. 

Sampai disana, ternyata kami tidak bisa langsung beristirahat karena room masih di re-check oleh petugas house keeping. Sambil mengisi form reservasi di meja reception, kami menikmati welcome drink ala Furama. 

Freshen your mind :)

Karena kamar masih belum siap juga, staf GRO (Guest Relation Officer) mempersilakan kami untuk melepas penat di sofa yang terletak di depan bar. Sebenarnya bukan karena ketidaksigapan petugas villa, hanya memang kami yang (lagi-lagi) datang terlalu awal, belum masuk waktu check in. Hehehe..., saking semangatnya, cint!


Suami yang nyaris menggelepar manja


Istri yang narsis tiada tara


Akhirnya, sebelum terjadi tindak anarkis dan huru hara, bellboy menghampiri kami dan menyampaikan bahwa villa nomor 114 sudah siap. Yuhuuuu..., saatnya balas dendam padamu, wahai kasur! Eh, tapi sebelum mengistirahatkan mata dan raga, saya sempat mengabadikan ambience di dalam villa tempat kami stay.  Banyak terjadi, gambar/ foto sebagai media promosi seringkali menipu dan mengecewakan. Berbeda dengan aslinya. Namun, alhamdulillah, realita di Furama tidak berbeda dengan apa yang saya temukan di web. Semoga bisa menjadi referensi bagi pembaca semuanya. *senyum legit penuh keanggunan*
Eksterior:

Penampakan villa 114 dilihat dari pintu masuk

Akses pintu masuk & keluar

Private gazebo di dalam villa. Nafsu dipijat makin menggeliat.

Gairah sebagai turunan bebek semakin melonjak gila-gilaan gara-gara private pool ini



Teras dan meja makan yang open space



Interior:


Tempat tidur yang nantinya akan sangat posesif. Hoaaahemm
Ranjang berduri

Bathtub, kenapa kamu alay?

Outdoor shower di belakang villa.
Ogut lebih suka mandi disini. Selain lebih seger, bisa sekalian uji nyali. 


Baru beberapa menit memasuki kamar, Ubud diguyur hujan. Wah, tau aja kalau kami sedang ingin beromantis ria. Awalnya sih kami ingin jalan-jalan sebentar mengitari suasana pedesaan naik motor yang memang sudah disiapkan pihak travel. Sudah jadi tradisi, seputaran Ubud paling cocok dinikmati dengan mengendarai sepeda kumbang atau sepeda motor. Bukan dengan mobil. Yah seperti romantisme Keenan dan Luhde di film Perahu Kertas lah. Hihihi. Tapi karena cuaca tidak merestui, akhirnya kami memantapkan hati, meluruskan niat untuk..tiduuuuuuuur! Sebelumnya, saya sempat request Balinese Massage (free treatment dari honeymoon package) pada GFO. Inginnya sih diambil jam 4 sore. Jadi kami bisa tidur asoy selama dua jam sebelum akhirnya dipijat. Oh, karena suami agak meriang, saya meminta agar pijat dilakukan di gazebo vila saja, tidak perlu datang ke spa centre. Lumayan, bisa berpakaian minimalis..hehe. 

Sesi massage terasa begitu nikmat. Rasanya ingin memperpanjang durasi pemijatan hingga dua hari dua malam. Tapi setelah melihat charge per jam nya yang mencapai 70 USD/ person atau sekitar 650.000 rupiah per orang, saya buru-buru ambil masker oksigen.  Bluup..bluup...bluup.  Ajegileeee, mahal amat!! Untung yang ini gratisan. Slamet...slamet.


Merem melek keenakan

Usai pijat, plung...,  loncat dari gazebo.
Mumpung hujan berhenti sesaat. 

Sementara saya mengerahkan segenap gaya berenang yang biasa dilombakan pada Olympiade Balita (karena hanya berani sebatas pusar), suami malah meringkuk pasrah di sofa membayangkan lembutnya belaian mbak-mbak yang tadi mijitin dia. Gagal deh renang berdua. 


Bengong, saking terpesonanya dengan sentuhan dan pijitan si mbak


Malam harinya, Pak Riyanna mengantarkan kami berburu makan malam di luar. Saya penasaran dengan "Tepi Sawah Resto" yang pernah saya lihat di internet. Lokasinya di Jalan Raya Goa Gajah, Ubud. Siang hari (konon kabarnya) selalu ramai pengunjung, mayoritas wisatawan manca. Apalagi konsep 'sawah dan pedesaan' yang diusung resto ini benar-benar unik dan cantik.

Suasana"Tepi Sawah Resto" di siang hari
(Foto diambil dari Google)


Waktu menunjukkan pukul 21.00 WITA dan gerimis kembali mewarnai suasana. Untung resto masih menerima order hingga pukul 22.00 WITA. Suami memesan Nasi Goreng Tepi Sawah, sedangkan saya mencoba menu Ayam Betutu. 


Rasanya bikin lidah geal-geol (tapi kantong daku  jebol huhuhu)

Pakne yang masih terbayang-bayang suasana makan di daerah penugasan. Nyebut pakne...nyebut

Monggo mampir, Oom

Setelah kenyang dan malas-malasan membayar bill (bawaannya pengen ninggal KTP!), kami pun kembali ke penginapan. 'Tidur' memang pasangan serasi bagi pemilik 'perut kenyang'. Begitu sampai di kamar, saya dibuat tersenyum dengan 'sentuhan' yang tersuguh di atas bantal. Nice detail!


Uniquely Bali :)

Gut nait, Universe...


B E R S A M B U N G 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar