03 November 2013

Senyuman Yang Menenangkan Dalam 'Incognito Pak Harto '







Lega, bangga, dan haru.

Itulah buncahan rasa yang tersisa saat merampungkan halaman terakhir buku "Incognito Pak Harto: Perjalanan Diam-Diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya", anggitan Mahpudi. Buku terbitan Yayasan Harapan Kita yang dilaunching pada tanggal 5 Juni 2013  ini merupakan salah satu buku yang susah saya dapatkan. Selain belum didistribusikan ke toko buku tanah air, penjualan online-nya pun saat itu belum ada. Sepertinya hanya dijual untuk kalangan terbatas. 

Tak terhitung berapa kali saya menelpon  bagian distributor toko buku terkemuka di area Jakarta, Yogya, Semarang, dan Solo untuk menanyakan ketersediaan stock, namun hasilnya nihil. Tidak ada buku "Incognito Pak Harto" di rak display mereka. Pernah juga googling guna mencari informasi mengenai penerbit buku tersebut, Yayasan Harapan Kita namun nomor telepon sulit didapatkan. Saya malah nyasar ke toko kelontong hingga rumah sakit yang memang bernama serupa. 

Karena belum mendapatkan hasil, saya kemudian mengirimkan pesan melalui akun facebook "Soeharto", (sebuah fanpage yang dikelola oleh simpatisan pak Harto dan didedikasikan secara khusus untuk presiden kedua RI tersebut) yang 'mengadukan' kesulitan saya mendapatkan buku "Incognita Pak Harto". Admin fanpage tersebut berjanji akan membantu mencarikannya. Mereka juga mengakui bahwa buku tersebut (saat itu) sangat terbatas. Alhamdulillah tiga bulan berselang, mereka memberi kabar melegakan. Buku tersebut sudah bisa dipesan. :)

Buku "Incognito Pak Harto: Perjalanan Diam-Diam Presiden Menemui Rakyatnya" merupakan kompilasi foto-foto/ dokumentasi sarat nilai historis yang diperoleh saat Presiden Soeharto melakukan perjalanan tidak resmi,  bahkan bersifat rahasia dengan style beliau sebagai pengemban amanah rakyat. 


Berdasarkan dokumentasi otentik, perjalanan diam-diam tersebut berlangsung selama dua tahap/ etape pada bulan April dan Juli tahun 1970. Disebut diam-diam (incognito) karena memang dalam melakukan kunjungan, Pak Harto mengesampingkan aturan protokoler kepresidenan, menghindari publikasi, dan hanya didampingi oleh beberapa staf kepercayaan. Pak Harto bahkan menutup rapat informasi berkaitan dengan agenda kunjungan agar tidak diketahui pejabat daerah setempat. 

Perjalanan incognito dimaksudkan agar Pak Harto dapat menggali informasi serta melakukan monitoring secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan program pembangunan yang telah ditetapkan. Selama melakukan perjalanan, Pak Harto berusaha seoptimal mungkin menyerap aspirasi, keluhan, dan harapan masyarakat. 

Sang penulis, Mahpudi, tidak hanya menyajikan foto-foto dokumentasi secara 'apa adanya', namun bersama tim, ia telah mengolah secara matang, memverifikasi dan mengkritisi tempat-tempat yang pernah dikunjungi Pak Harto. Mahpudi juga terjun langsung dalam ekspedisi napak tilas pada tahun 2012. Guna memperoleh informasi yang valid, ia juga melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang diyakini menjadi pelaku sejarah perjalanan incognito Pak Harto. Mulai dari mantan pejabat daerah yang mendampingi, wartawan yang saat itu ada di lokasi, hingga para ulama dan penduduk setempat yang saat itu berkesempatan berbincang hangat dengan Pak Harto. 

Menurut saya, makna buku setebal 277 halaman ini lebih dari sekedar album foto karena menyingkap sejarah indah yang mengharukan sekaligus membanggakan. Selain itu, seperti yang tertulis pada lembar terakhirnya, buku ini merupakan mata air bagi siapapun yang hendak mereguk hikmah kepemimpinan"

Inilah sebagian kecil dokumentasi yang terdapat dalam buku "Incognito Pak Harto"


Mobil yang digunakan Pak Harto dan rombongan. Foto ini diambil saat rombongan beristirahat di tepi jalan setelah memasuki wilayah Jawa Barat.


Saat bercengkerama dengan masyarakat di balai desa Jatibarang, Jawa Barat



Mengunjungi anak-anak yatim di Rumah Yatim Lapangan Udara Sukani (yang didirikan Pak Harto). Anak-anak tersebut adalah mereka yang orang tuanya gugur dalam "Operasi Pembebasan Irian Barat"




Pak Harto dengan lahap menikmati hidangan sederhana yang tersaji





Para Santriwati Pesantren Ma'hadut Tolabah, Lebaksiu, Tegal, Jawa Tengah sedang menyaksikan kehadiran Pak Harto










Bu Tien Soeharto menyambut kedatangan sang suami yang telah menempuh perjalanan panjang




Beberapa buku koleksi saya mengenai Presiden  Soeharto memang mayoritas yang mengupas sisi humanis beliau. Sama seperti buku-buku mengenai Presiden Soekarno yang juga saya koleksi. Kebanyakan mengupas sosok sang Presiden dalam keseharian, yang menanggalkan baju kebesaran sebagai orang nomor satu di Republik Indonesia.  Alasannya juga serupa. Saya lebih tertarik aspek humanis ketimbang politis. :)

Berikut ini beberapa buku mengenai pak Harto yang saya kompulir :


Buku "Pak Harto : The Untold Story". Kumpulan cerita kenangan sosok humanis sang presiden ini juga sukses membuat saya larut dalam haru


Tiga buku di bawah ini  hasil ngubek-ubek lapak online. Alhamdulilah, masih bagus dan  mulus. 








Romantisme Ibu Tien dan Pak Harto. Yang jadi pertanyaan saya, mengapa covernya senada dengan cover buku "Pak Karno dan bu Fatmawati" ya? Sama-sama sedang berboncengan sepeda. Hmm...


Saya ingat, waktu SMP pernah melihat  buku ini di Gramedia.
Dan ternyata baru bisa memilikinya "delapan belas tahun" kemudian. :)






2 komentar: