Retorika yang tertulis diatas bukanlah sekedar judul tanpa makna. Itulah serentetan kata yang (selalu) ingin kuucapkan pada mereka yang tak bosan-bosannya bertanya hingga kadang menyentil sensitivitasku. Memang tidak semua pertanyaan butuh jawaban serius. Tapi kenyataannya tidak sedikit pula yang membuatku risih.
Pernikahanku dengan pria pilihan Allah yang sangat kucintai sudah berjalan satu tahun lebih satu bulan pada April ini. Pastinya, kehadiran buah hati menjadi sesuatu yang dinanti-nanti. Tidak hanya kami namun juga oleh segenap keluarga besar. Apalagi aku dan suami sama-sama anak pertama. Bisa dibayangkan betapa berhasratnya kedua orang tua kami untuk bisa segera menimang cucu.
Di tahun 2011, setelah pernikahan kami di bulan Maret, memang aku masih berkonsentrasi untuk menyelesaikan studi ku di Pasca Sarjana UNS. Suami juga mendukung agar aku menyelesaikan kuliahku dulu, setelah itu baru ke step selanjutnya yakni ihtiar tuk memiliki momongan. Setelah wisuda, barulah pada bulan Februari 2012 kami mulai menjalani 'program' sesuai arahan dokter ahli kandungan. Oleh dokter rahimku dinyatakan normal dan sehat, namun aku tetap diberi obat dan vitamin untuk kesuburan serta disarankan untuk melakukan hubungan suami istri terencana pada masa subur.
Namun mungkin memang Allah belum berkehendak, sehingga sampai saat ini rahimku belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Disinilah kondisi mentalku mulai teruji. Berbagai komentar yang selalu kudengar tidak semuanya mampu kutolerir. Bukan dari keluarga kami, melainkan dari orang lain. Kalau hanya sekedar bertanya, "Sudah isi belum? " dan sejenisnya, itu mah bukan masalah. Wajar dan standar, kan? Tapi , aku mulai terusik kalo ada yang nyinyir berkomentar , "Kamu kok belum hamil juga? Nunggu apa? Selak tuwo! (Keburu tua!)".
Astagfirulloh, apakah dikira kami tidak pernah berihtiar? Apakah dipikir kami memiliki kemampuan untuk 'menciptakan' anak manusia? Apakah memiliki momongan dianalogikan seperti kemampuan untuk membeli gado-gado, setiap saat kita menginginkan dan punya uang, kita bisa mendapatkannya dengan mudah?
Pernah aku share kepada atasanku dikantor, sosok yang menurutku bijaksana dan keibuan.
"Bu, kenapa ya saya belum diberi momongan? Kadang takjub dengan mereka yang baru menikah, tapi sang istri sudah bisa hamil. Bahkan belum ada tiga bulan pernikahan, tapi sudah bisa 'isi'. Kok saya susah ya bu. Udah setahun blm jg hamil". Beliau pun memberikan tanggapan yang cukup menyentuh. Baru kutahu bahwa Ibu tersebut baru mendapatkan momongan setelah menikah lebih dari satu tahun.
"Dek Andien, anak itu hak prerogatif Allah. Ia yang berkuasa atas umat-Nya. Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Allah. Tetapi apa yang menurut Allah baik, itulah yang terbaik bagi kita. Tetap ihtiar dan berdoa, dek. Allah Maha mengabulkan doa umat-Nya"
Semoga Allah selalu menuntun kami di jalan yang lurus, penuh berkah, dan barokah. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar