Di pojokan kantor....
Curhatan ngga penting ini terpaksa kugelontorkan (emangnya cuma perusahaannya Nazaruddin aja yang bisa gelontorin apel Malang dan apel Washington!) karena rasa prihatin yang terus membuncah dan oooh mengusik seksualitas sensitivitasku.
Selama hampir 4 tahun daku mengabdi di kabupaten ini , sebut saja kabupaten S (17 thn) , beberapa kali daku harus terbengong-bengong manja dengan kurang maksimalnya kualitas pelayanan yang aku terima. Barometer kualitas disini dilihat dari lingkup yang sangat sederhana yakni antara petugas penyedia layanan, baik barang atau jasa, kepada customer. Dari kacamata ogut sebagai konsumen BTS (Bawel Tapi Seksi), beberapa perusahaan besar di kabupaten ini sangat apresiatif dan mampu memberikan service yang sesuai SOP. Misalnya, di lingkungan perbankan, BUMN, BUMD, salon kecantikan, salon plus-plus (tempat daku menimba ilmu pijit), skin care center, rumah sakit swasta (kalo di RSUD kadang masih sering ketemu ama makhluk jutek) dan BPTPM terbukti sukses memberikan pelayanan prima kepada konsumennya. Istilahnya, "Anda Puas, Kami Lemas" lah. Uhuuy!
Tetapi, kedigdayaan dan kemahsyuranku sebagai konsumen yang mendamba keramah tamahan serta romantisme kasih sayang tiba-tiba menciut saat berhadapan dengan beberapa karyawan yang bertugas di beberapa lokasi dengan berbagai variasi jenis usaha. Karena ga mungkin aku tulis semua (emangnya petugas SIUP?), maka ada beberapa cuilan kisah dan tragedi konsumen unyu-unyu bernama andiena di TKP berikut:
1. Sebuah Counter Kosmetik di Swalayan ASOY
Beruntunglah kita ditakdirkan sebagai wanita ya cint, bisa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk meg-upgrade penampilan dan mengakselerasi kecantikan (ehem). Kebutuhan akan piranti kosmetik dan skin care sudah bertengger di urutan teratas piramida konsumeritas wanita. Begitu pula denganku, dengan harapan bisa se-sensual Nikita Mirzani, tiap 2 bulan sekali ogut bs dipastikan mantengin counter kosmetik, minimal buat beli gincu lah. Takdir sebagai perantauan yang ngga ngerti medan membuatku memilih swalayan Asoy (nama disamarkan) untuk berbelanja karena memang swalayan inilah yang cukup terkenal di kabupaten Sragen. Sampai di depan gerai kosmetik yang produknya biasa aku pake, aura kegelapan langsung terasa. Mbak penjual kosmetik alias Beauty Consultant (BC) yang cantik-cantik ternyata hobi bikin kejutan.
Ogut : (mata juling kanan kiri sambil melihat lihat etalase)
"Siang mbak, saya mau yang ini"
(senyum legit, nada suara mengalun harmonis)
BC : (engga ngomong apa-apa, cuma nyamperin, tanpa senyum)
Ogut : "Lihat yang warna ini, mbak " (senyum masih kuat dan menatap lekat-lekat).
BC : (Mengangguk tanpa ekspresi, sambil meletakkan lipstick di depanku.
Wajahnya begitu dingin.Jangan-jangan dia udah berhari-hari ga bisa boker?!)
Ogut : (ngambil lipstick yang di tester, dan mulai nyobain di jidat eh dibibir). "Aduh
warnanya kl dibibir saya jd terlalu nude ya? (majuin bibir). "Bisa diganti warna
yg lain mbak?" sambil masih ngliatin cermin dan bergumam "Tuhan...,
sungguh sempurna ciptaan-Mu ini..."
Semenit...dua menit...ga ada reaksi dan tanda-tanda kehidupan. Pas ogut nengok ke arah tu BC ...Ooooooeeemmmjiiiii...dia malah...telponan sambil ngikik-ngikik! kaya abege labil yang diberi kesempatan kencan ama personel Kangen Band! Ampuni dia wahai Dewa Bumi.
Damn! Dengan muka ditekuk, dilipet, dan dimasukin koper, aku terpaksa nunggu dia selesai ber-muach2 an ama sosok diujung telpon sono. Alhasil aku ga jadi minta tuker. Langsung aja transaksi kulakukan. Mungkin ini salah satu strategi marketing dari tu BC agar closing bisa segera deal? Bodo ah. Setelah menerima nota, aku pun bilang "Makasih, mbak". Dia cuma jawab pendek, "Iya". Datar dan tanpa dosa. Nah ...see?
Pahit getir keadaan ini (ujan deras, petir menyambar, suara macan meraung-raung) tidak hanya sekali aja kualami. Berulang-ulang aku dikecewakan dan dinodai (lho??). Di counter pakaian jg gt, sering kudapati mereka ogah-ogahan dalam melayani (atau mungkin curiga kalo aku sebenarnya anak buah John Kei? ). Senyumnya pun aduhai mahal sekali.
Ada sahabat curhat pernah dijutekin SPG counter fashion karena dia minta tuker ukuran setelah mencoba sebuah baju di fitting room. Dengan bersungut-sungut, SPG itu komentar " Emangnya sampeyan jadi beli mbak?! Tiwas nanti saya carikan, nanti ga jadi beli!". Glek..., temen ogut yang kebetulan malas ribut, jd gondok setengah idup. Setelah ditukar size-nya, temen saya langsung minta dibuatkan nota untuk membayar. Dengan harga dress 300 rebu (cukup mahal untuk ukuran sini), ucapan terimakasih pun tidak terlontar dari bibir sang SPG! Oh manisnya....
Sampai detik ini aku masih sering ngalamin hal ga ngenakin ini. Mbak-mbak kasir yang sering pasang style judes kaya nenek-nenek minta dikawinin, udah bukan pemandangan langka bagiku. Kadang terbersit rasa iba. Apa mereka kurang mendapat perhatian dari pihak manajemen ya? Misalnya, mungkin nggak pernah diberi pelatihan mengenai etika pelayanan prima, trainning kepribadian, atau minimal diajak piknik ke kota-kota besar yang banyak mall nya. Penting itu!Biar cakrawala mereka terbuka bahwa disana persaingan dunia usaha begitu ketat. Kalo ga bisa merebut hati konsumen, ya bisa ga gajian lah. Biar mereka juga merasakan, oh kalo dilayani dengan ramah dan senyum merekah ternyata membuat hati bebas dari galau, resah, gundah.
Kapan ya disini bisa meniru para penjual di Pasar Pagi Mangga Dua yang cukup renyah dan gurih , "Silahkan kakak kaosnya", Boleh kakaaaaak kuncirnya", "Boleh Bundaaa..diliat dulu bundaaaa!! "
2. Di Gerai Fotocopy GEBOY
Jika pelayanan di swalayan mayoritas berhubungan dengan produk/barang, maka sebagai pembandingnya aku coba menceritakan pengalamanku sebagai pelanggan sebuah tempat penyedia jasa fotocopy. Selama sebulan terakhir ini aku rutin nyamperin konter fotocopy. Bukan karena kepincut ama mas-mas yang pegang lakban tapi karena emang lagi merasa perlu buat jilidin buku.Sebenernya cukup sering kesana sih buat fotocopy berkas, tapi kalo buat jilidin buku sih baru-baru aja. Ini berawal gara-gara temen kantor mau pinjem salah satu buku koleksiku. Sebagai pemilik yang bersahaja, ga ada salahnya buku itu aku jilid dulu covernya. Pengennya sih dibikin hard cover aja, mengingat ukuran buku yang lumayan gedhe.
Sampai di tempat fotocopy, lagi-lagi sambutan para staff-nya terlihat kurang meriah. Ga ada red carpet, tanpa umbul-umbul, dan ga ada mas-mas yang pakai seragam cheerleaders. Dengan langkah bak Kate Middleton aku berjalan masuk sambil menenteng dua buku buat dijilid.
Kate
Middleton (KM) : "Mbak, bisa jilidin ini?" (nyodorin buku ke mbak-mbak yang pegang
kalkulator)
Mbak2 : "Dijilid gimana? Ini kan udah dijilid?!!" (tatapan tajam, setajam Gillete
Goal)
KM : *menarik napas pasrah, nah...bener kan dugaan ogut, pasti dia ga ngeh*
"Maksudku, tolong dijilid hard cover. Bisa?"
Mbak2 : (ga jawab apa-apa, tiba-tiba...) "HOI LUKAAAAS, SAMPEYAN ISO NJILID
IKI RAAAAAK?????"
Busyet! Teriaknya kenceng banget, mpok? Mana pas disamping kuping. Dikira kupingku mikropon kecamatan kali ya?
Setelah negosiasi dengan orang yang dipanggil Lukas tadi, akhirnya...
Mbak2 : "Bisa, tapi lama! "(ekspresi datar, kaya peti kuburan kuno)
KM : "Kira-kira kapan yah?"
Mbak2 : "Sekitar seminggu. Ga pake di copy kan?"
KM : (menggeleng kaya odong-odong). "Ya udah mbak, ini yang satu dibikin
hard cover, yang satu lagi soft cover ya".
Mbak2 : "LUKAAAS, SING SIJI SOFT COVER! ISOOOO?"
Makdikibrit! Masih bersambung tho main tarzan-tarzanannya?. Slamet-slamet makan bubur anget.
Kulihat si Lukas menghampiri kami. Agak lega, semoga aja dia mengambil alih pasukan biar kupingku bisa istirahat dengan tenang.
Lukas : "Yang mana yang di bikin soft cover?" , dia bertanya ma si mbak2 itu
Mbak2 : "Sing iki"
KM : " Yang ini hard cover, yang ini soft cover mas". Aku mencoba jelasin lagi.
Lukas : " Mbak, (menatap tegas kearahku), ini kan hurufnya timbul. Kalo nanti
dijilid jadi keliatan datar, jangan salahin saya ya!" , ancamnya galak.
I..i..iya..pak...bu..bukan saya pe..pelaku..nya..sa..saya mmas..masih se..sek.se..ko..lah pak
Huhuhuhu....kenapa nasibku begini??? Kenapaaaaaa...kenapaaaaa???? . Lagi-lagi harus menemui pelayanan yang kurang memuaskan. Pada siapa kuharus mengadu?
Tapi walau servisnya ga bagitu excellent, hasil jilid-annya cukup lumayan kok (untuk level kabupaten hehehe). Semoga aja kedepan pelayanannya jadi makin gut..gut..gut. Basically, aku tipikal konsumen loyal. Kalo udah cocok ya ga bakalan pindah kelain hati. Oh, ini dua buku pertama yang aku bilang tadi.
ini yang soft cover
dibikin hard cover biar ga cepet lecek
ini buku yg mau dipinjem temen, buku paporitkyu
Dan sekarang, eike jadi ketagihan jilidin buku. Yipiiiieeeee...