Percaya tidak percaya, kadang kesialan bisa mendatangkan kejutan. Penderitaan tidak selamanya menyakitkan. Hidup adalah perjuangan. Kepedihan adalah awal kebahagiaan. (Eh, kok kalimatnya gini banget? Sori, kebanyakan nonton serial Mahabharata). Intinya, di hari Senin saat pulang dari kantor, saya kena sial. Ban sepeda motor yang biasanya menopang body ini dengan anggun, tiba-tiba bocor. Mana maghrib, perut menjerit, ditambah bau badan yang berubah legit karena belum mandi. Bikin keki! Terpaksa melipir cari tambal ban terdekat.
Disela-sela kekhusyukan mengamati abang bengkel yang sedang berkreasi dengan obeng dan perkakasnya (halah), iseng saya ngecek timeline twitter. Membaca twit dari salah satu penulis senior favorit saya, Arswendo Atmowiloto, saya memperoleh secuil informasi (iya, benar-benar minim soalnya) bahwa mas Wendo ada agenda ke Sragen pada hari Kamis (5/06). Tetapi belum jelas diundang dalam rangka apa.
Whoaaaa. Rasanya bagai diseruduk becak yang digenjot Bruce Willis. Kagetnya nampol! Selama ini saya ngidam ketemu mas Wendo. Biasa, pengen minta tanda tangan di buku koleksi saya. Spontan saya mention ke akun mas Wendo (@arswendo_atmo) untuk menanyakan kejelasan hubungan acara tersebut.
Twit yang saya kirim dengan nafsu menggebu |
Oke. Jadi masih ada waktu dua hari untuk cari info lokasi keberadaan beliau (berasa jadi agen CIA :p)
Besoknya, saya mulai berburu informasi melalui beberapa SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Sragen yang saya 'curigai' (uhuk-uhuk) menjadi pihak pengundang Arswendo. Gambling juga sih. Mulai dari bagian Humas & Protokol, Tehnopark Sragen, Kantor Perpusda, Dinas Pendidikan, hingga Dinas Pariwisata, Kebudayaan, dan Olahraga (Disparbudor) tidak luput dari pelacakan. Akhirnya diperoleh informasi bahwa Arswendo Atmowiloto diundang oleh Dewan Kesenian Daerah Sragen (DKDS) bekerjasama dengan Disparbudor untuk menjadi narasumber dalam seminar "Peradaban Manusia Desa". Sesi seminar merupakan salah satu dari rangkaian acara "Taman Srawung Seni Segara Gunung 2". yang dihelat selama dua hari, 4-5 Juni 2014, di Museum Fosil Sangiran Sragen. Fyi, masyarakat sekitar sering menyebut fosil manusia dan binatang purba ini dengan istilah balung buto (tulang raksasa).
Perjuangan sudah usai? Ooh, siapa bilang? Jangan senang dulu, anakku. Saya masih harus memastikan bahwa saya bisa masuk seminar tanpa diusir panitia, dong. Untung ada teman satu kantor yang punya contact person panitia. Dengan metode SSI (Spik-Spik Iblis :p) level intermediate, saya menanyakan bagaimana cara memperoleh undangan seminar. Ternyata, info dari panitia, walaupun peserta yang diundang adalah para tenaga pendidik Sekolah Dasar se-Kabupaten Sragen, seminar terbuka untuk umum. Namun tentu saja disesuaikan dengan kapasistas seat yang tersedia. Jadi saya tinggal datang saja, register, dan bisa deh mengikuti sesi mas Wendo. Huuuffh...lega!
Dan hari Kamis pagi, berangkatlah saya dan salah satu teman (yang berhasil diangkut paksa) menuju Museum Sangiran. Perjalanan memakan waktu satu jam karena terhambat kemacetan akibat pengecoran jalan.
Sampai di lokasi, seminar sudah berlangsung selama 20 menit. Hampir semua seat telah terisi. Saya dipandu salah satu panitia untuk duduk di barisan nomor dua dari depan yang kebetulan tersisa satu kursi. Lumayan...
|